Minggu, 09 Oktober 2011

Analisis Cerpen "Orez" Karya Budi Darma






Mutiara yang Tak Diharapkan
 Karya : Hartana Adhi Permana


Cerpen ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang mempunyai anak cacat. Pertama-tama, sewaktu si tokoh utama memutuskan untuk meminang Hester, sudah terlihat tanda-tanda bahwa Hester mempunyai keanehan di dalam dirinya. Sewaktu tokoh utama menyatakan keinginannya untuk menikahi Hester, Hester kaget dan untuk menyamarkan kekagetannya, ia menggigit bibirnya dan mencekik lehernya sendiri sampai matanya mau keluar dan urat-urat wajahnya membesar. Setelah itu ia lari sekuat tenaga untuk menjauhi si tokoh utama, tapi setelah itu dia minta maaf dan berterimakasih atas keputusan si lelaki untuk menikahinya. Setelah beberapa waktu, Hester menunjukkan tanda-tanda bahwa ia hamil. Tetapi bayi pertama di kandungannya gugur, tetapi tanpa di duga ia mengandung lagi. Kali ini, kandungannya berbeda dengan sebelumnya. Dinding perut Hester lentur, tapi kuat dan bentuknya membuncit. Hester menyatakan bahwa ia ingin menggugurkan kandungannya, walaupun pertamanya di tentang oleh suaminya, tetapi ahirnya ia tidak tega juga dan menyetujui keputusan istrinya. Tetapi ternyata undang-undang di negaranya melarang aborsi, sehingga pada ahirnya Hester melakukan usaha-usahanya sendiri untuk menggugurkan kandungannya, seperti melompat-lompat ke sana kemari dengan perut bunting nya. Setelah itu dia juga meminta suaminya untuk memukul perutnya dengan raket baseball.

Derita jasmani yang di alami Hester sangat kuat, sampai ahirnya lahirlah anak mereka yang diberi nama Orez. Ia memang cacat, berbeda dengan anak kebanyakan. Orez suka melompat-lompat, tingkahnya bisa di bilang seperti binatang. Sampai suatu hari sang ayah juga ikut kesal dan ketika dia berjalan-jalan dengan Orez, ia berniat membunuh Orez dengan pedang perninggalan ayah Hester. Tetapi ahirnya usahanya gagal, dan dia memutuskan untuk mengajak Orez ke sebuah tebing curang di sebelah sungai, karena ia baca di Koran bahwa sungai itu sudah memakan banyak jiwa yang tergelincir dari tebing dan tidak bisa bertahan dari ganasnya arus sungai. Ia pergi ke situ dengan harapan nanti Orez akan loncat-loncat jauh seperti biasa dan ahirnya menjadi korban seperti orang-orang lainnya. Tetapi di dalam perjalanan ia merenung bahwa Orez tidak pernah minta dilahirkan, dan dia juga tentunya tidak ingin menjadi cacat. Jadi Orez pun mempunyai hak untuk hidup, dicintai dan dilindungi, sama seperti dirinya. Ahirnya ia megurungkan niatnya dan balik ke apartemennya.

Gaya bahasa si pengarang di cerita ini sangat detil, karena ia memakai banyak majas dalam mendeskripsikan perasaan, tingkah laku, maupun wujud seseorang. Contohnya ketika dia menulis, “saya merasa menjadi kuat, tubuh saya serasa menjadi raksasa berkepala seribu, jiwa saya perkasa bagaikan jiwa seorang pemimpin yang tidak pernah kalah dalam pemilihan umum” Dengan menggunakan majas simile, si pengarang berhasil membuat pembaca lebih mengerti perasaan si tokoh. Si tokoh terlihat sedang menanggung tanggung jawab yang sangat besar saat Hester, istrinya, mau melahirkan. Dia merasa sangat kuat bagaikan raksasa berkepala seribu, sehingga ia bisa melindungi Hester dan membawanya secepatnya ke dokter melahirkan. Si pengarang menuliskan “tubuh saya serasa menjadi raksasa berkepala seribu”, bukan “tubuh saya serasa menjadi raksasa” saja.  Hal itu menunjukkan bahwa pengarang ingin para pembaca untuk mengerti dengan benar bahwa tokoh utama ini merasa sangat kuat bukan hanya seperti raksasa, melainkan raksasa berkepala seribu yang jelasnya jauh lebih kuat dan lebih hebat daripada raksasa biasa.

Pengarang juga menggunakan majas hiperbola saat mendeskripsikan Orez.  Seperti ketika ia menulis “setiap kali ia menangis, seluruh kota serasa mengalami gempa bumi hebat. Rupanya dia kelak akan mempunyai kekuatan luar biasa, lebih kuat daripada benteng keraton” Dengan menggunakan majas hiperbola ini, saya bisa membayangkan sebagaimana dahsyatnya teriakan Orez sampai pengarang menulis bahwa saat ia menangis, seluruh kota merasa mengalami gempa bumi hebat. Pengarang juga menulis “seluruh kota”, yang menurut saya ia mau memberitahu pembaca bahwa bukan di kota tempat tinggalnya saja teriakannya terdengar, tetapi kota-kota lain di luar kotanya juga ikut bergetar akibat kerasnya teriakan Orez. Saat ia menulis “kekuatan luar biasa, lebih kuat daripada benteng keraton”, si pengarang berhasil memberi gambaran pada saya bahwa kekuatan Orez sangat luar biasa, bahkan lebih kuat daripada benteng keraton yang kokoh itu. Contoh lainnya terdapat pada kalimat berikut, “bola itu terbang mencapai langit tingkat tujuh. Kalau posisi kakinya jelek, tubuh Orez sendirilah yang melayang ke atas, dan kepalanya menyundul bintang-bintang di langit.” Ungkapan ini sudah pasti tidak masuk akal, tetapi kalimat ini mendeskripsikan tingkah Orez dengan jelas. Walaupun penulis tidak mengatakan secara langsung bahwa Orez kuat, dengan memberitahukan bahwa bola yang di tending Orez sampai ke langit tingkat tujuh dan kepalanya bisa menyundul bintang di langit, itu sudah menunjukkan dengan jelas bahwa kekuatan Orez sanggup menembus lapisan-lapisan langit, yang berarti sangat kuat.

Bahasa yang digunakan penulis mampu membuat pembaca membayangkan dan mengerti dengan jelas perasaan tokoh utama maupun gambaran tokoh Orez dalam cerita ini. Walaupun cerita ini sedikit aneh sewaktu dibaca, tetapi gaya bahasa dan cara si penulis menokohkan Orez sangat unik, sehingga mau tidak mau menarik pembaca untuk terus membaca cerita ini sampai selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar