Minggu, 09 Oktober 2011

Analisis Cerpen "Godlob" Karya Danarto


 Angkara Murka yang Dikuasai Hawa Nafsu
 Karya : Hartana Adhi Permana


           Seperti yang kita ketahui karya-karya Danarto terkenal karena muatan mistiknya yang menonjol yang dituangkan dengan cara-cara yang inkonvensional. Untuk memahami karya sastra terutama cerpen-cerpen Danarto tidaklah semudah memahami karya sastra pengarang lain. Kita perlu mengembalikan pemikiran kita pada dunia sastra sebagai realitas imajiner yang berarti bahwa kenyataan itu hanya ada dalam angan-angan.Segala bentuk penciptaannya tidak harus tunduk pada realitas formal. Hal ini dapat terlihat jelas terutama pada struktur cerita yang dijalin Danarto sering penuh dadakan, kejadian-kejadian yang disusun di luar dugaan pembacanya. Tokoh-tokoh yang ditampilkan sering bukan tokoh yang berdarah daging sebagaimana manusia biasa.

          Danarto termasuk salah seorang pengarang Indonesia kontemporer yang berhasil dalam mengadakan pembaharuan dalam ciptaannya, di samping Budi Dharma, Putu Wijaya dan Iwan Simatupang (Teeuw, 1979:183). Beberapa tanggapan mengenai cerpen-cerpen Danarto telah banyak diutarakan. Danarto memang tidak dapat digolongkan sebagai pengarang yang produktif, mungkin hal ini disebabkan oleh minatnya dalam bidang seni lainnya juga besar seperti seni lukis, dan drama.

         Pemahaman suatu hasil sastra khususnya karya Danarto, akan lebih mudah kalau kita mengenal budaya orang Jawa yaitu sikap hidup orang Jawa khususnya dunia kebatinan atau mistik jawa. Cerpen-cerpennya memang banyak yang bernafaskan mistik. Ini tidak lain karena menurut anggapannya mistik dalam karya sastra adalah upaya untuk manunggal dengan Allah. Karya-karyanya banyak yang bertolak pada konsep ajaran panteisme yaitu manusia dan jagat raya merupakan percikan dari zat Illahi, manifestasi dari emanasi Tuhan Yang Mahakuasa.

       Meskipun kebanyakan cerpen Danarto bernafaskan mistik atau kebatinan Jawa bercampur dengan agama Islam dan diwarnai oleh pandangan panteisme, lain halnya dengan cerpen yang berjudul “Godlob” (“Godlob” merupakan cerpen pertama dalam kumpulan cerpen Danarto yang berjudul sama dengan judul cerpen itu). “Godlob” tidak membicarakan dunia mistik dan kebatinan hanya saja masih mengupas masalah kematian, walaupun dalam cerita ini bukan sebagai upaya untuk manunggal dengan Allah melainkan kematian yang datang setelah adanya pembunuhan oleh manusia. 

        Dengan demikian semakin jelaslah bahwa cerpen-cerpen Danarto memiliki corak tersendiri, terutama yang menyangkut soal mistik. Untuk memahami tentu saja kita perlu memiliki sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan mistik sebab tanpa itu sudah pasti kita akan mengalami kesulitan dalam menelusuri njalan pikiran Danarto yang dituangkan melalui karyanya. Dalam hal ini penulis lebih menekankan unsur mistiknya karena hamper setiap karya Danarto terdapat masalah yang berhubungan dengan kerinduan makhluk dengan Kholiknya untuk mencapai persatuan, dalam aliran kebatinan jawa lebih dikenal dengan istilah manunggaling kawula gusti. Melalui gaya penceritaan Danarto yang khas , personifikasi, figurisasi atau setidak-tidaknya renungan-renungan terhadap faham sufistiknya bahkan mungkin konkretisasi ajaran sufisme. Hal ini tidak lain karena menurut anggapan Danarto bahwa mistik dalam karya sastra adalah suatu upaya untuk mencapai kemanunggalan dengan Tuhannya. Bagi danarto cerpen merupakan suatu struktur kalimat-kalimat yang tidak bermakna dan karya sastra tidak lain berfungsi sebagai enlighment, yaitu sebagai penerang bagi manusia dalam menyatukan diri dengan Kholik.

        Cerpen “Godlob” melukiskan orang-orang yang masih dikuasai oleh hawa nafsu jasmaniah dan terikat oleh alam kodrati. Cerita ini mengisahkan seorang ayah yang membunuh anaknya yang terluka dalam pertempuran supaya anaknya dianggap dan diakui sebagai pahlawan. Memang cerpen ini tidak menyinggung-nyinggung masalah ketuhanan, mungkin karena manusia (dalam hal ini ayah), yang bersifat angkara murka masih dikuasai oleh nafsu, keinginan untuk diuji, yang dalam bahasa Arab disebut godlob.

        Danarto memulai ceritanya dengan pelukisan arena perang yang seram dengan bangkai-bangkai prajurit, alat-alat perang yang hancur, dan burung gagak yang bergerombol-gerombol mematuki bangkai. Suasana ini digambarkan dengan jelas dengan perlambangan yang konkret sehingga indera pembaca, mata, telinga, penciuman dan syaraf gerak dapat mengikutinya. Gagak-gagak itu berpesta di atas mayat atau tubuh yang hampir menjadi mayat. Gagak yang melambangkan keserakahan dan mengambil keuntungan di atas peperangan itu menyarankan kepada tokoh utama cerita ini, yakni sebagai seorang laki-laki tua dengan politikus. Orang tua itu bernafsu mendapatkan penghargaan atas kematian anaknya yang dibunuhnya sendiri. Namun, hal itu ditentang oleh bekas istrinya. Istrinya ditampilkan sebagai lambang kejujuran yang berani memusnahkan kebohongan. Tokoh lain ialah beberapa orang politikus yang barangkali melambangkan orang-orang yang pandai menggunakan kesempatan. Anak orang itu melambangkan orang yang pasrah kepada nasib. Sikap pasrah itu dihubungkan dengan sikap tentara yang percaya, “semuanya kita sudah diatur”. Dalam cerita ini disisipkan perbandingan antara politikus dan penyair di dalam menghadapi kesengsaraan orang lain. Untuk mencapai efek tertentu dipakai perbandingan yang hebat-hebat pada awal cerita itu. Keisengan orang tua itu digambarkan dengan sikapnya pada waktu berbicara di hadapan anaknya yang hampir mati, ia seperti berdeklamasi, seperti orang gila. Cerita pun berakhir dengan ditembaknya sang ayah oleh istrinya sendiri.      

          Masalah kebatinan yang diungkapkan Danarto dalam kebanyakan cerpennya, tidak selalu menggambarkan proses perjalanan makhluk menuju persatuan dengan khalik. Misalnya, dalam cerpen “Godlob”. Dapat dikatakan sebagai salah satu cerpen yang dihasilkan oleh Danarto, “Godlob” jauh dari yang namanya dunia mistik dan dunia kebatinan. Cerpen ini juga tidak terlalu banyak menyinggung-nyinggung masalah ketuhanan, meskipun begitu masih disinggung juga tentang kematian.

         Di dalam cerpen tersebut, Danarto menggunakan gaya bahasa yang berfungsi untuk meyakinkan atau menjelaskan seperti perbandingan, kalimat retorik serta menggunakan bahasa berirama dalam melukiskan suasana. Selain itu digunakan juga pengulangan kata yang memperindah karya tersebut, sebagai contoh dapat kita lihat pengulangan kata yang ada pada awal cerita:

        Gagak-gagak hitam bertebahan dari angkasa sebagai gumpalan-   gumpalan batu yang dilemparkan, kemudian mereka berpusar-pusar,       tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran sendiri-sendiri, besar dan          kecil, tidak keruan sebagai benang kusut.

        Kalau kita lihat ada banyak pengulangan dalam satu kalimat pembuka cerpen tersebut. Ada kata yang diulang karena memang perlu diulang, misalnya pada penggalan kalimat kedua berikut:

       Laksana setan maut yang compang-camping mereka buas dan tidak        mempunyai ukuran hingga…

         Bentuk pengulangan kata compang-camping merupakan bentuk kata ulang berubah bunyi atau salin suara yang memang harus ada pengulangan karena compang tidak dapat berdiri sendiri tanpa camping.

        Ada pengulangan yang memang perlu, ada juga yang hanya sekedar memperindah atau dapat juga digunakan untuk memperkuat penggambaran. Selain itu ada juga bentuk pengulangan yang tidak mentaati kaidah bahasa, seperti:

           Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-      tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan      gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolah-olah          kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.

          Meskipun pengulangan kata kuman-kuman yang telah didahului oleh kata kumpulan terkesan tidak mentaati kaidah bahasa namun menimbulkan keindahan ketika kita membacanya bahkan terasa nikmat saat membacanya.

          Pengulangan-pengulangan kata itulah yang mampu menempatkan “Godlob” sebagai salah satu karya kontemporer yang mewakili karya-karyanya yang lain seperti: kecubung pengasihan, Armageddon, Asmaradana, dan Abracadabdra. Pengulangan kata yang digunakan sebagai gaya bercerita Danarto dalam cerpen “Godlob”, mampu menciptakan penggambaran yang kuat sekaligus meyakinkan pembaca. Di samping itu, pengulangan kata yang ada di dalamnya mampu memperindah sehingga “Godlob” nikmat untuk dibaca dan tampil lain dari cerpen-cerpen yang telah ada.

        Satu hal yang tidak bisa dipungkiri, Danarto sebagai salah seorang pengarang sastra kontemporer telah mempunyai tempatnya sendiri karena corak karangannya yang khas dan menarik penuh kejutan. Demikianlah gambaran suasana mistik yang terdapat pada kumpulan cerpen Godlob karya Danarto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar