Selasa, 20 Maret 2012

Analisis Novel "Belenggu" Karya Armijn Pane


Tragedi Cinta yang Tak Diharapkan
Oleh: Hartana Adhi Permana






Novel Belenggu merupakan salah satu roman klasik yang kemunculannya menimbulkan kegemparan. Bahkan sampai ditolak oleh Balai Pustaka dengan alasan isi ceritanya mengandung banyak kritik sosial dan politik yang bisa memicu konflik dalam masyarakat.  

Armijn Pane selaku penulis buku ini membuat sebuah karya yang mampu membawa pembacanya seolah masuk dalam perasaan emosional para pelakon dalam cerita. Meskipun inti dari cerita ini hanyalah sebuah cinta segitiga, namun di dalamnya ada beberapa konflik kecil yang sebenarnya mengandung makna yang sangat mendalam, terutama bagi negara Indonesia yang saat itu masih dalam suasana pascakemerdekaan.

Penggunaan gaya bahasa kuno dan masih bercampur dengan bahasa Belanda (negara yang kolonialisme di Indonesia) menambah estetika dari novel ini. Maka tak heran banyak perbendaharaan kata yang terdengar asing jika diucapkan saat ini, seperti prognose, rouge, realiteit, dll. Bagi yang tidak memahami kosakata seperti bisa dipastikan akan sulit juga untuk memahami beberapa bagian ceritanya. 

Cerita ini memiliki tiga tokoh sentral, yaitu Dokter Sukartono (Tono), Sumartini (Tini), dan Siti Rohayah (Yah). Ketiganya berada dalam konflik cinta segitiga yang rumit yang dibumbui dengan masalah dan rahasia masing-masing yang semakin memperburuk keadaan. 

Sukartono adalah seorang dokter yang mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi. Dia terkenal dokter yang dermawan dan penolong. Dia termasuk seorang yang sangat mencintai pekerjaannya. Meskipun begitu Tono tidak pernah benar-benar merasakan cinta dari istrinya selayaknya sebuah keluarga yang harmonis. Kenikmatan hidup yang bersifat privasi justru dia rasakan dari wanita lain yang bukan istrinya.  

Sumartini  perempuan modern yang mempunyai masa lalu yang kelam karena bebas bergaul. Salah satu kisahnya yang memilukan adalah hubungannya yang gagal dengan kekasihnya sebelum menikah dengan Tono.  Dia selalu merasa kesepian karena kesibukan suaminya yang tak kenal waktu dalam mengobati orang sakit sehingga melupakan dan membiarkannya di rumah seorang diri.

Siti Rohayah juga merupakan perempuan yang masa lalunya kelam akibat perceraian. Namun, perbedaannya dia tidak seberuntung Sumartini dalam masalah ekonomi dan status sosial. Rohayah menjadi perempuan “malam” dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penyanyi keroncong dengan nama Siti Hayati.

Kisah ini dimulai dari Dokter Sukartono dengan seorang perempuan berparas ayu, pintar, serta lincah. Perempuan itu bernama Sumartini atau panggilannya Tini. Sebenarnya Dokter Sukartono atau Tono tidak mencintai Sumartini. Demikian pula sebaliknya, Tini juga tidak mencintai Dokter Sukartono. Mereka berdua menikah dengan alasan masing-masing. Dokter Sukartono menikahi Sumartini karena kecantikan, kecerdasan, serta mendampinginya sebagai seorang dokter adalah Sumartini. Sedangkan Sumartini menikahi Dokter Sukartono karena hendak melupakan masa silamnya. Menurutnya dengan menikahi seorang dokter, maka besar kemungkinan bagi dirinya untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Jadi, keduanya tidak saling mencintai. 

Karena keduanya tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur. Mereka tidak saling berbicara dan saling bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak pernah dipecahkan bersama-sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing-masing memecahkan masalahnya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya keluarga mereka tampak hambar dan tidak harmonis. Mereka sering salah paham dan suka bertengakar. 

Ketidakharmonisan keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono sangat mencintai dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja tanpa kenal waktu. Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan sigap berusaha membantunya. Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya sendiri. Dai sering meninggalkannya istrinya sendirian dirumah. Dia betul-betul tidak mempunyai waktu lagi bagi istrinya, Tini. Dokter Sukartono sangat dicintai oleh pasiennya. Dia tidak hanya suka menolong kapan pun pasien yang membutuhkan pertolongan, tetapi ia juga ridak meminta bayaran kepada pasien yang tak mampu. Itulah sebabnya, dia dikenal sebagi dokter yang sangat dermawan.

Kesibukan Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin memicu percekcokan dalam rumah tangga. Menurut Suamrtini, Dokter Sukartono sangat egois. Sumartini merasa telah disepelekan dan merasa bosan karena selalu ditinggalkan suaminya yang selalu sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa dirinya telah dilupakan dan merasa bahwa derajatnya sebagai seorang perempuan telah diinjak-injak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak tersebut, maka Sumartini sering bertengkat. Hampir setiap hari mereka bertengkat. Masing-masing tidak mau mengalah dan merasa paling benar.

Suatu hari Dokter Sukartono mendapat panggilan dari seorang wanita yang mengaku dirinya sedang sakit keras. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang kehotel tempat dia menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut. Setibanya dihotel, dia merasa terkejut sebab pasien yang memanggilnya adalah Yah atau Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak kecil. Sewaktu masih bersekolah di Sekolah Rakyat, Yah adalah teman sekelasnya. 

Pada saat itu Yah sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa. Karena tidak tahan hidup dengan suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta dia terjun kedunia nista dan menjadi wanita panggilan. Yah sebenarnya secara diam-diam sudah lama mencintai Dokter Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter Suartono sebagai suaminya. Itulah sebabnya, dia mencari alamat Dokter Sukartono. Setelah menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono dengan berpura-pura sakit. 

Karena sangat merindukan Dokter Sukartono, pada saat itu juga, Yah menggodanya. Dia sangat mahir dalam hal merayu laki-laki karena pekerjaan itulah yang dilakukannya selama di Jakarta. Pada awalnya Dokter Sukartono tidak tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya, lama kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya, lama-kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda. Yah dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh Dokter Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya. Karena Dokter Sukartono tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu bertengkar dengan istrinya, dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan hotel tempat Yah menginap sebagai rumahnya yang kedua. 

Lama-kelamaan hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa panas hatinya ketika mengetehui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia ingin melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi ke hotel tempat Yah menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan menggangu suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan dendamnya menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan seorang wanita yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa bahwa selama ini dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat didambakan oleh suaminya. 

Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap dirinya. Dia merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum pernah memberi kasih sayang yang tulus pada suaminya. Selama ini dia selalu kasar pada suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi Istri. Akhirnya, dia mutuskan untuk berpisah dengan suaminya.

        Permintaan tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Dokter Sukartono. Bagaimanapun, dia tidak mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono meminta maaf pada istrinya dan berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun, keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak mampu menahannya. Akhirnya mereka bercerai. 

Betapa sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan jika dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya dan pergi ke Calidonia. Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi ke Surabaya. Dia mengabdi pada sebuah panti asuhan yatim piatu, sedangkan Yah pergi ke negeri Calidonia. 

Beberapa konflik yang muncul bisa menimbulkan opini dalam masyarakat, bahwa apabila sebuah kehidupan rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa saling cinta antara suami-istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan bisa terjadi perceraian. Hal inilah yang ditakutkan dalam kehidupan seseorang, manakala membangun rumah tangga tanpa didasari cinta antara suami isteri.

Dalam novel ini bisa dilihat bahwa hubungan antara Tono dan Tini bukanlah selayaknya pasangan suami istri pada umumnya. Terkesan hanya menjalani sebuah hidup dengan status sosial semata, sementara masalah hati tidak diabaikan dalam bahtera rumah tangga mereka. Sehingga Tono pun lari dalam pelukan Rohayah.

Novel ini juga mengandung kritik sosial kepada para perempuan yang masih saja memandang seseorang hanya dari status sosialnya, seperti sikap Tini saat bertemu dengan Rohayah. Selain itu sindiran juga terlihat pada bagian Tini yang sedang digosipkan oleh teman-teman wanitanya. Seolah ingin menunjukan bahwa masih banyak wanita yang hobi bergunjing. 

Keunikan dari novel ini adalah adanya kritik tentang keadaan politik beberapa tahun sebelumnya. Contohnya seperti awal berdirinya Boedi Oetomo yang para anggotanya berasal dari kalangan ningrat dari suku Jawa. Secara gamblang, Armijn Pane melancarkan kritik bahwa tujuan Boedi Oetomo ketika itu bukanlah kemerdekaan secara menyeluruh, tetapi  menjaga agar budaya Jawa tidak dipengaruhi oleh budaya Belanda. Maka  secara tersirat Armijn Pane tidak menyetujui bahwa Boedi Oetomo disebut sebagai tonggak kebangkitan bangsa. 

Selain itu, ada juga gambaran bahwa orang yang berjuang demi kepentingan bangsa justru tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia. Tetapi justru dianggap menyusahkan dan tidak berguna selama tidak menghasilkan uang. Seperti pada tokoh Hartono yang sebenarnya bukan tokoh sentral, tetapi kisahnya mengandung sebuah makna yang mendalam. Hartono yang rela meninggalkan kuliah dan kekasihnya demi perjuangannya bersama tokoh revolusioner Ir. Soekarno dan mengabdi pada bangsa justru mengalami banyak cacian dari orang-orang di sekelilingnya karena dianggap tidak menguntungkan. Karena pandangan seseorang yang sukses hanya dilihat dari materi semata. 

Novel Belenggu menyimpan banyak makna yang mendalam di setiap konflik yang dimuculkan. Kritik sosial yang tajam dalam kisah ini bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi para generasi muda dalam menjalani kehidupan yang terhegemoni oleh sebuah sistem yang menindas. Dan semua itu berlaku terhadap semua orang, baik itu tua-muda, kaya-miskin, dan juga pria-wanita. 

Setelah kita membaca Roman Belenggu, karangan Armijn Pane ini, akan diperoleh pengalaman-pengalaman yang akan berdampak bagi kejiwaan seseorang dan dapat sebagai bahan pembelajaran bagi pembaca karya sastra ini. Satu hal pengaruh dari membaca Roman Belenggu ini akan melahirkan sebuah opini di masyarakat, bahwa apabila sebuah kehidupan rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa saling cinta antara suami-istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan bisa terjadi perceraian.

Hal inilah yang ditakutkan dalam kehidupan sesorang, manakala membangun rumah tangga tanpa didasari cinta antara suami isteri. Karena tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur, tidak saling berbicara dan bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak pernah dipecahkan bersama – sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing – masing memecahkan masalahnya sendiri-sendiri, sering salah paham dan sukar bertengkar.

           Itulah sebabnya, banyak di masyarakat untuk menghidari kawin paksa, kawin karena dijodohkan dan kawin tanpa dasar cinta. Karena kalau perkawinan tanpa dasar cinta akan membentuk keluarga yang tidak harmonis dan tidak bahagia. Dan orang akan menghindari hal ini sejauh-jauhnya

Analisis Novel "Di bawah Lindungan Ka'bah" Karya Hamka


Cinta Terpisah oleh Tembok yang Kokoh
Oleh: Hartana Adhi Permana






Sebuah karya sastra yang banyak memberi motivasi dengan judul "Di bawah Lindungan Ka'bah", sebuah karya sastra yang ditulis oleh hamka,yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang. Dicetak pada tanggal 28 Juli 2004, secara isi mempunyai ketebalan 80 halaman.

Keunggulan yang dimiliki karya sastra ini, dilihat dari keunikan bahasanya yang penuh warna dan alurnya membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh Hamid dan Zainab. Pastinya isi dari karya sastra ini sangat menarik, menceritakan tentang romantisme dan kesabaran yang luar biasa yang tanpa disadari akan menguras air mata kita saat membacanya. Beberapa hikmah yang bisa diambil dari karya sastra ini, misalnya, tentang kesabaran yang begitu besar, sifat qana’ah, patuh pada orang tua, dan tawakkal kepada Allah Swt. dan masih begitu banyak ilmu yang terkandung di dalamnya.

Satu-satunya kelemahan yang saya temukan didalam karya ini hanyalah dari segi bahasanya yang berbelit-belit, karna tidak semua pembaca mengerti dengan bahasa yang dicampur adukkan antara bahasa minang-indonesia dan bahasa melayu.

Awal cerita dimulai dari keberangkatan “Aku” ke Mekah guna memenuhi rukun Islam yang ke-5 yaitu menunaikan ibadah haji. Alangkah besar hati “Aku” ketika melihat Ka’bah dan Menara Masjidil Haram yang tujuh itu, yang mana sudah menjadi kenang-kenanganku. “Aku” menginap di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencaariannya semata-mata memberi tumpangan bagi orang haji. Di sinilah “Aku” bertemu dan mendapat seorang sahabat yangmulia dan patut dicontoh yang bernama Hamid. Hidupnya amat sederhana,tiada lalai dari beribadat,tiada suka membuang-buang waktu kepada yang tiada berfaedah, lagi amat suka memperhatikan kehidupan orang-orang yang suci, ahli tasawuf yang tinggi. Bila “Aku” terlanjur membicarakan dunia dan hal ihwalnya, dengan amat halus dan tiada terasa pembicaraan itu telah dibelokkannya kepada kehalusan budi pekerti dan ketinggian kesopanan agama.

Baru dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan kedatangan seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah sebelum naik haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum jemaah haji ke Arafah. Setelah itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir guna meneruskan studinya. Namun kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid. 

Belakangan Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan “Aku” dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. Karena merasa tidak nyaman, maka “Aku” memberanikan diri mendekati dan bertanya kepadanya, kabar apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya murung. Ia termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa itu sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi kedukaannya kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa lalu dan kisah cintanya dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah dengan Rosna yang kebetulan teman sekolahnya dan sahabat Zainab juga.

Suatu ketika Rosna bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya itu kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya selama ini. Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid berniat unuk memberi tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan kepada Zainab,namun niatnya itu diurungkannya.

Betapa terkejutnya Hamid ketika ia dimintai tolong untuk membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan orang yang sama sekali belum ia kenal. Hamid gagal membujuk Zainab, karena Zainab menolak untuk dinikahkan. Hamid pulang dengan perasaan yang kacau balau, sejak saat itu Hanid memutuskan untuk merantau, sebelum pergi ia menulis surat untuk Zainab. Setelah itu mereka tiada berhubungan lagi, dan sampai sekarang pun ia masih menyimpan perasaanya itu. Dan kedatangan Saleh kemarin memberitahukan bahwa ternyata Zainab pun menyimpan perasaan yang sama, perasaan yang selama ini disimpan oleh Hamid. Saleh memberitahukan bahwa kesehatan Zainab memburuk dan ia ingin sekali tahu bagaimana kabar Hamid.

Setelah Zainab mendengar keberadaan Hamid di Mekah, Ia pun mengirim surat kepada Hamid sebagai balasan surat Hamid yang dulu. Seminggu setelah itu, Zainab pun menghembuskan nafasnya. Hamid tidak mengetahui kematian Zainab karena pada saat itu iapun sedang sakit, sehingga temannya tidak tega untuk memberitahukan kabar tersebut. Ketika Hamid sedang melaksanakan tawaf dan mencium hajar aswad ia berdoa dan menghembuskan nafas terakhirnya.


KUTIPAN
  • Salinan surat Zainab

Abangku hamid!

Baru sekarang adinda beroleh berita di mana Abang sekrang. Telah hampir dua tahun hilang saja dari mata,laksana seekor burung yang terlepas dsri sangkarnya sepeniggal yang empunya pergi. Kadang-kadang adinda sesali diri sendir, agaknya adinda telah bersalh besar, sehingga Kakanda pergi dengan tak memberi tahu lebjh dahulu.

Sayang sekali, pertanyaan Abang belumdapat adinda jawab dan Abang telah hilang sebelum mulutku sanggup nenyusunperkataan pnjawabnya. Kemudian itu Abang perintahkan adinda menurut perintah orang tua, tetapi adinda syak wasangsa melihat sikap Abang yang gugup ketika menjatuhkan perintah itu.

Wahai Abang …pertalian kita diikatkan oleh beberapa macam tanda tanya dan teka-teki, sebelum terjawab semuanya, kakanda pun pergi!

Adinda senantias tiada putus pengharaan, adinda tunggu kabar berita. Di balik tiap-tiap kalimat dari suratmu, Abang! … surat yang terkirim dari Medan, ketika Abang akan berlayar jauh, telah adinda periksa dan dinda selidiki; banyak sangat surat itu berisi bayangan, di balik yang tersurat ada yang tersirat. Adinda hendak membalas, tetapi ke tanah manakah surat itu hendak dinda kirimkan, Abang hilang tak tentu rimbanya!

Hanya pada bulan purnama di malam hari dinda bisikkan dan pesankan kerinduan adinda hendak bertemu. Tetapi bulan itu tak tetap datang; pada malam yang berikutnya dan seterusnya ia kian surut …

Hanya kepada angin petang yang berhembus di ranting-ranting kayu didekat rumahku, hanya kepadanya aku bisikkan menyuruh supaya ditolongnya memeliharakan Abangku yang berjalan jauh, entah di darat enah di laut, entah sengsara kehausan …

Hanya kepada surat Abang itu, surat yang hanya sekali itu dinda terima selam hidup, adinda tumpahkan air mata,karena hanya menumahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi orang perempuan. Tetapi surat itu bisu, meskipun ia telah lapuk dalam lipatan dantelah layu karena kerap dibaca, rahasia itu idak juga dapt dibukanya.

Sekarang Abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah berlaku pagi hari, entah besok sore, gerak Allah siapa tahu. Besarlah pengharapan bertemu …

Dan jika Abang terlambat pulang, agaknya bekas tanah penggalian,bekas air penalakin dan jejak mejan yang dua, hanyayang akan Abang dapati.

Adikmu yang tulus,

Zainab


  • Do’a Hamid ketika tawaf:

“Ya Rabbi, Ya Tuhanku, Yang Maha Pengasihdan Penyayang! Bahwasanya, di bawah lindungan Ka’bah, Rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, sayamenadahkan tangan memohon karunia.

Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada Engkau, ya Tuhan!
 
Tidak ada seutas tali pun tmpat saya bergantung lain dripada tali Engkau; tidak ada satu pintu yang akan saa ketuk, lain daripada pintu Engkau.

Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang khadirat Engkau, saya hendak menuruti orang-orang yang bertali hidupnya denganhidaup saya.

“Ya Rabbi, Engkaulah Yang Mahakuasa, kepada Engkaulah kami sekalianakan kembali …”

Setelah itu suaranya tiada kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya yang jernih dan damai, cahaya keridaan illahi. Di bawah bibirnya terbayang suatu senyuman dan sampailah waktunya. Lepas ia dari tanggapan dunia yang mahaberat ini, dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah

Buya Hamka tidak hanya seorang ulama besar tetapi juga seorang sastrawan angkatan Pujangga Baru. Sejak SD saya pengagum dan pengemar novel karya Hamka. Ada beberapa karya Hamka yang sudah pernah saya baca yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Bawah Lindungan Ka’bah

Hamka juga menunjukkan betapa kuatnya adat Sumatra Barat terhadap hukum Islam dan itu sudah terpatri dalam setiap insan yang hidup di jaman itu. Pacaran model tahun itu bener-bener tidak masuk akal kalau dilakukan di jaman sekarang. Pacaran kok tidak bisa saling melihat dan hanya bisa mendengar suara dari pacarnya saja, tentu tidak asyik kalau dilakukan jaman sekarang.

Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka ini betemakan percintaan, seperti kebanyakan novel populer lainnya. Pesan yang ingin disampaikan penulis dalam novel ini yaitu segala sesuatu membutuhkan pengorbanan. Kita sebagai manusia boleh berencana, berharap dan berusaha semaksimal mungkin, namun Allah jugalah yang menentukan semua itu.

Yang paling membuatku gemas adalah bahwa mereka tidak bisa bersatu karena mereka tidak berusaha bersatu! Inilah yang namanya kalah sebelum berperang. Belum juga menyatakan cinta, sudah mundur teratur. Memang sih, ada urusan ibu Zainab dan penjodohan itu. Memang sih, zaman dulu mungkin tidak biasa mengungkapkan rasa cinta begitu saja, apalagi dengan perbedaan status sosial begitu. Tapi tetap aja.

Sikap ibu Hamid yang menasihati anaknya agar mengubur rasa cintanya pada Zainab, mengingatkanku pada tokoh ibu dalam film Little Miss Sunshine. Dengan mengetahui kesulitan yang akan dihadapi anaknya jika melakukan sesuatu (dalam buku ini, mencintai gadis yang lebih tinggi derajatnya; dalam filmnya, tampil di panggung dan bersaing dengan anak lain yang lebih cantik-cantik), tetapi dengan mengetahui juga betapa dalam perasaan si anak soal hal tersebut, apakah seorang ibu sebaiknya mencegah anaknya melakukan itu demi melindunginya, ataukah membiarkan si anak mengambil risiko dan membuka peluang bahwa ia akan bahagia karena pilihan itu?

Dan konflik perbedaan derajat itu, kenapa sih perbedaan seperti itu selalu dipermasalahkan? Mestinya tidak masalah kan, asal mereka saling mencintai, dan keluarga mereka baik-baik saja. Tapi ya dalam dunia nyata, kayaknya memang banyak ya pernikahan bermasalah gara-gara hal yang satu ini.

Analisis Novel "Layar Terkembang" Karya Sutan Takdir Alisyahbana


Hak Kesetaraan dari Wanita
Oleh: Hartana Adhi Permana







Layar adalah sebuah kain lebar yang mana digunakan sebagai tempat untuk mempertunjukan sebuah gambar. Kembang berarti bunga yang mana dapat diidentikan dengan wanita. Layar terkembang apakah berarti cerita gambaran wanita harus bersikap? Inilah sebuah puncak karya sastra Sutan Takdir Alisyahbana yang terbit pada tahun 1936. (wikipedia).

Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang menjadi saksi sejarah dan perkembangan Bahasa Indonesia, sekaligus jejak pemikiran modern Indonesia. 

Novel ini mengisahkan perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Roman ini termasuk novel modern disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam pemikiran lama (1936). Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran modern. Hak-hak wanita, yang banyak disusung oleh budaya modern dengan kesadaran gender, banyak diungkapkan dalam novel ini dan menjadi sisi perjuangannya seperti berwawasan luas dan mandiri. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan kebudayaan antara barat dan timur serta masalah agama. 

Berikut adalah ringkasan cerita yang saya persingkat:

Diawali dengan pertemuan tiga tokoh utama yaitu Yusuf, Maria, dan Tuti (kakak Maria). Yusuf seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir. Maria seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian. Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita. Kemajuan wanita disini berarti jangan menggantungkan hidup pada lelaki dan hanya sebagai alat.

Dengan seiring perjalanan waktu, keakraban dan benih cintapun muncul antara Yusuf dan Maria. Bahkan, Yusuf rela mempersingkat liburan bersama keluarga demi bertemu dengan Maria yang sedang berlibur ke Bandung. Di tempat yang sama, Yusuf menyatakan perasaannya untuk pertama kalinya kepada Maria. Maria gembira sekali dan mengabarkan kejadian ini kepada Tuti. Melihat pekerti Maria yang mabuk cinta membuat Tuti tidak setuju akan hubungan tersebut karena hal tersebut mengakibatkan laki-laki akan memandang rendah kaum wanita karena terlalu memperlihatkan ketergantungannya.

Menyaksikan hubungan mesra kedua insan tersebut, perasaan aneh timbul dalam hati Tuti yaitu perasaan kesepian. Hal ini dikarenakan pada dasarnya jiwa wanita juga mendambakan cinta dan kasih sayang seorang lelaki. Pendirian Tuti-pun mulai goyah setelah Maria mengatakan: "cintamu cinta perdagangan yang mempertimbangkan sampai kepada semiligram". Ucapan yang mengingatkan Tuti dengan Hambali yang dianggap tidak mengerti akan perjuangan dan akan menghalangi langkahnya.

Cerita berlanjut dengan kunjungan Tuti, Maria dan ayahnya kepada paman dan bibinya untuk merayakan kelulusan Maria. Kemudian ada sebuah sandiwara Sandyakala ning Majapahit yang dipertunjukan oleh kelompok Pemuda Baru, Yusuf dan Maria mengambil bagian didalamnya. Tuti yang menyaksikan sandiwara terkesan akan pertunjukannya, akan tetapi tidak menyukai isi sandiwara. Hal ini dikarena falsafah yang didalamnya dianggap dapat melemahkan semangat perjuangan. "Kalau segala dianggap maya, habis segala arti hidup di dunia ini," demikian kata Tuti.

Kisah terus berlangsung dan tanpa disadari, hubungan Yusuf dan Maria mempengarui sikap Tuti seperti sering memikirkan diri sendiri dan melamun. Hal lain yang muncul adalah perasaan iri akan kebahagianan mereka. Suatu saat ada lelaki yang hendak melamar Tuti, akan tetapi ia menolaknya karena menurutnya lelaki tersebut tidak sepadan dan ia juga tidak mencintainya. Sesuai dengan sifatnya juga, Tuti tidak ingin menjadikan perkawinan sebagai tempat pelarian dari rasa kesepian atau rasa ketakutan karena dikejar usia.

Maria jatuh sakit dan harus opname di rumah sakit. Ayah Maria, Tuti dan Yusuf bergantian menjenguknya yang mana Yusuf dan Tuti tiap hari pergi bersama menjenguknya. Dalam hati Yusuf dan Tuti tanpa disadari timbul rasa saling pengertian masing-masing. Tuti menganggap Yusuf sebagai laki-laki yang sepadan, memiliki perasaan yang lapang dan pemikiran yang menghargai keindahan dan kebenaran. Yusuf memandang Tuti sebagai manusia yang memiliki jiwa perjuangan yang ceria dan tulus, tetapi terdapat bagian yang kosong dan sunyi. Di sela kejadian, Maria dikunjungi oleh pasangan suami istri yang mana membuat Tuti terkagum-kagum atas usaha dan keteguhan pendirian mereka untuk berdikari sebagai petani padahal mereka adalah orang terpelajar.

Penyakit Maria tak dapat lagi ditolong. Sehingga pada kunjungan terakhir Tuti dan Yusuf sebelum kembali ke Jakarta, Maria berpesan yang mana membuat Tuti dan Yusuf terkejut "alangkah berbahagianya saya rasanya di akhirat nanti kalau saya tahu bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-rasihan seperti kelihatan kepada saya beberapa hari ini ..."

Akhir cerita Yusuf dan Tuti berziarah ke kubur Maria menjelang pernikahannya yang mana perasan haru berkecambuk dalam hati mereka.

Saya menangkap beberapa kalimat yang menjadi referensi analisis novel “Layar Terkembang” karya Sutan Takdir Alisyahbana . Adanya emansipasi wanita yang bermakna laki-laki dan wanita adalah sederajat. Sehingga wanita janganlah memikirkan dirinya sendiri tapi berjuang dalam masyarakat untuk kemajuan bangsa dan kaumnya.

Segala sesuatu yang dilakukan tidak hanya menggunakan logika atau perasaan saja, tapi juga harus dengan perhitungan yang matang. Mimpi atau sesuatu yang maya perlu tapi janganlah membuat orang berhenti untuk berpikir, melainkan berpikir dan bertindak bagaimana hal yang maya menjadi nyata.

Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mecari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.

Kaum terpelajar janganlah bercita-cita menjadi pegawai dengan gaji besar dan duduk di belakang meja, melainkan harus turun juga ke lapangan dan menciptakan lapangan kerja.

Takdir menjelaskan bahwa para wanita di masa lalu adalah wanita yang mempunyai karakter yang lemah, tidak mandiri dan kolot, karakter ini akan terkikis karna peningkatan pendidikan wanita. Di novel Layar Terkembang ini diketahui bahwa ada dua karakter yaitu Tuti dan Maria. Karakter Maria di, akhir cerita karakternya dimatikan oleh Takdir karena dia memprediksikan di masa yang akan datang perempuan itu terdidik, kreatif, pekerja keras, inisiatif hidup mandiri seperti digambarkan dalam karakter Tuti. Jika wanita memiliki predikat wanita modern, maka harus memiliki tiga karakteristik yaitu: Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri, disamping menjadi wanita karir dia dapat melakukan tugas tanggung jawab publik dan domestik.

Melalui tulisan ini, penulis akan mempersembahkan cerita fiksi yaitu Layar Terkembang oleh Sultan Takdir Alisyahbana. Didalam novel tersebut Takdir menggambarkan kehidupan wanita di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang atau bisa gender disebut sebagai Wanita Modern seperti Takdir menggambarakan pada karakter Tuti. Di dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama; Tuti dan Maria. Tuti adalah seorang yang berbakat pintar/ cerdas, seorang wanita yang kuat, pekerja keras, mandiri dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang menuntut kesamaan hak. Maria adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada orang lain, wanita yang kolot. 

Menurut Sobary (1993: 36) karakter Tuti dalam Layar Terkembang Karya Sultan Takdir Alisyahbana dipandang sebagai perempuan yang wawasan sikap dan cara hidupnya melampaui batas-batas.

Analisis takdir dari kehidupan para wanita di masa lalu ke masa yang akan datang adalah nyata dalam kehidupan solsial sekarang yang ditemukan dalam karakter Tuti dan Ratna. Dia menjelaskan bahwa para wanita Indonesia di masa yang akan datang tidak hanya memiliki tiga karakter yang disebutkan sebelumnya tetapi mereka juga dapat menyeimbangkan tugasnya sebagai wanita karir dan domestik.

Di Layar Terkembang penjelasan ini didapat dalam karakter Tuti. Meskipun banyak ia tidak mengerti perbuatan dan kegemarannya tetapi sutu pasal harus diakuinya; segala isi rumahnya beres sejak diselenggarakan oleh Tuti, jauh lebih beres dan rapi dari ketika mendiang istinya masih hidup. Dan hal ini mendamaikan sebagai ayah terhadap kepada berbagai-bagai pekerti dan perbuatan anaknya itu yang tiada sesuai dengan pikirannya. Dalam hati kecilnya timbul suatu perasaan percaya, yang lahir oleh perasaan tiada kuasa untuk mrnunjukan yang lebih baik, ah Tuti tentu tahu sendiri apa yang baik bagi dirinya.(Takdir, 1992:21)

Dalam Layar Terkembang pembaca akan mendapatkan pesan yang penting tentang penjelasan wanita di masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang. Takdir menjelaskan bahwa karakteristik dari wanita masa lalu adalah karakter yang lemah, ketergantungan dan konservatif. Karakter-karakter ini akan hilang dikarenakan oleh meningkatnya pendidikan para wanita. Karakter Maria dimatikan oleh Takdir pada akhir cerita ini karena dia memprediksikan waktu yang akan datang para wanita memiliki pendididkan, kreativitas, kerja keras, inisiatif dan kehidupan independent atau telah disebutkan wanita karir seperti karakter Tuti. Jika seorang wanita mendapatkan predikat wanita modern dia seharusnya memiliki tiga karakter, yaitu : soveregnity, creativity dan self reliance. Selain menjadi wanita karir, mereka dapat melakukan tugasnya terhadap masyarakat dan warga negaranya dengan baik.