Selasa, 20 Maret 2012

Analisis Novel "Layar Terkembang" Karya Sutan Takdir Alisyahbana


Hak Kesetaraan dari Wanita
Oleh: Hartana Adhi Permana







Layar adalah sebuah kain lebar yang mana digunakan sebagai tempat untuk mempertunjukan sebuah gambar. Kembang berarti bunga yang mana dapat diidentikan dengan wanita. Layar terkembang apakah berarti cerita gambaran wanita harus bersikap? Inilah sebuah puncak karya sastra Sutan Takdir Alisyahbana yang terbit pada tahun 1936. (wikipedia).

Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang menjadi saksi sejarah dan perkembangan Bahasa Indonesia, sekaligus jejak pemikiran modern Indonesia. 

Novel ini mengisahkan perjuangan wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Roman ini termasuk novel modern disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam pemikiran lama (1936). Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran modern. Hak-hak wanita, yang banyak disusung oleh budaya modern dengan kesadaran gender, banyak diungkapkan dalam novel ini dan menjadi sisi perjuangannya seperti berwawasan luas dan mandiri. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan kebudayaan antara barat dan timur serta masalah agama. 

Berikut adalah ringkasan cerita yang saya persingkat:

Diawali dengan pertemuan tiga tokoh utama yaitu Yusuf, Maria, dan Tuti (kakak Maria). Yusuf seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir. Maria seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian. Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita. Kemajuan wanita disini berarti jangan menggantungkan hidup pada lelaki dan hanya sebagai alat.

Dengan seiring perjalanan waktu, keakraban dan benih cintapun muncul antara Yusuf dan Maria. Bahkan, Yusuf rela mempersingkat liburan bersama keluarga demi bertemu dengan Maria yang sedang berlibur ke Bandung. Di tempat yang sama, Yusuf menyatakan perasaannya untuk pertama kalinya kepada Maria. Maria gembira sekali dan mengabarkan kejadian ini kepada Tuti. Melihat pekerti Maria yang mabuk cinta membuat Tuti tidak setuju akan hubungan tersebut karena hal tersebut mengakibatkan laki-laki akan memandang rendah kaum wanita karena terlalu memperlihatkan ketergantungannya.

Menyaksikan hubungan mesra kedua insan tersebut, perasaan aneh timbul dalam hati Tuti yaitu perasaan kesepian. Hal ini dikarenakan pada dasarnya jiwa wanita juga mendambakan cinta dan kasih sayang seorang lelaki. Pendirian Tuti-pun mulai goyah setelah Maria mengatakan: "cintamu cinta perdagangan yang mempertimbangkan sampai kepada semiligram". Ucapan yang mengingatkan Tuti dengan Hambali yang dianggap tidak mengerti akan perjuangan dan akan menghalangi langkahnya.

Cerita berlanjut dengan kunjungan Tuti, Maria dan ayahnya kepada paman dan bibinya untuk merayakan kelulusan Maria. Kemudian ada sebuah sandiwara Sandyakala ning Majapahit yang dipertunjukan oleh kelompok Pemuda Baru, Yusuf dan Maria mengambil bagian didalamnya. Tuti yang menyaksikan sandiwara terkesan akan pertunjukannya, akan tetapi tidak menyukai isi sandiwara. Hal ini dikarena falsafah yang didalamnya dianggap dapat melemahkan semangat perjuangan. "Kalau segala dianggap maya, habis segala arti hidup di dunia ini," demikian kata Tuti.

Kisah terus berlangsung dan tanpa disadari, hubungan Yusuf dan Maria mempengarui sikap Tuti seperti sering memikirkan diri sendiri dan melamun. Hal lain yang muncul adalah perasaan iri akan kebahagianan mereka. Suatu saat ada lelaki yang hendak melamar Tuti, akan tetapi ia menolaknya karena menurutnya lelaki tersebut tidak sepadan dan ia juga tidak mencintainya. Sesuai dengan sifatnya juga, Tuti tidak ingin menjadikan perkawinan sebagai tempat pelarian dari rasa kesepian atau rasa ketakutan karena dikejar usia.

Maria jatuh sakit dan harus opname di rumah sakit. Ayah Maria, Tuti dan Yusuf bergantian menjenguknya yang mana Yusuf dan Tuti tiap hari pergi bersama menjenguknya. Dalam hati Yusuf dan Tuti tanpa disadari timbul rasa saling pengertian masing-masing. Tuti menganggap Yusuf sebagai laki-laki yang sepadan, memiliki perasaan yang lapang dan pemikiran yang menghargai keindahan dan kebenaran. Yusuf memandang Tuti sebagai manusia yang memiliki jiwa perjuangan yang ceria dan tulus, tetapi terdapat bagian yang kosong dan sunyi. Di sela kejadian, Maria dikunjungi oleh pasangan suami istri yang mana membuat Tuti terkagum-kagum atas usaha dan keteguhan pendirian mereka untuk berdikari sebagai petani padahal mereka adalah orang terpelajar.

Penyakit Maria tak dapat lagi ditolong. Sehingga pada kunjungan terakhir Tuti dan Yusuf sebelum kembali ke Jakarta, Maria berpesan yang mana membuat Tuti dan Yusuf terkejut "alangkah berbahagianya saya rasanya di akhirat nanti kalau saya tahu bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-rasihan seperti kelihatan kepada saya beberapa hari ini ..."

Akhir cerita Yusuf dan Tuti berziarah ke kubur Maria menjelang pernikahannya yang mana perasan haru berkecambuk dalam hati mereka.

Saya menangkap beberapa kalimat yang menjadi referensi analisis novel “Layar Terkembang” karya Sutan Takdir Alisyahbana . Adanya emansipasi wanita yang bermakna laki-laki dan wanita adalah sederajat. Sehingga wanita janganlah memikirkan dirinya sendiri tapi berjuang dalam masyarakat untuk kemajuan bangsa dan kaumnya.

Segala sesuatu yang dilakukan tidak hanya menggunakan logika atau perasaan saja, tapi juga harus dengan perhitungan yang matang. Mimpi atau sesuatu yang maya perlu tapi janganlah membuat orang berhenti untuk berpikir, melainkan berpikir dan bertindak bagaimana hal yang maya menjadi nyata.

Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mecari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.

Kaum terpelajar janganlah bercita-cita menjadi pegawai dengan gaji besar dan duduk di belakang meja, melainkan harus turun juga ke lapangan dan menciptakan lapangan kerja.

Takdir menjelaskan bahwa para wanita di masa lalu adalah wanita yang mempunyai karakter yang lemah, tidak mandiri dan kolot, karakter ini akan terkikis karna peningkatan pendidikan wanita. Di novel Layar Terkembang ini diketahui bahwa ada dua karakter yaitu Tuti dan Maria. Karakter Maria di, akhir cerita karakternya dimatikan oleh Takdir karena dia memprediksikan di masa yang akan datang perempuan itu terdidik, kreatif, pekerja keras, inisiatif hidup mandiri seperti digambarkan dalam karakter Tuti. Jika wanita memiliki predikat wanita modern, maka harus memiliki tiga karakteristik yaitu: Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri, disamping menjadi wanita karir dia dapat melakukan tugas tanggung jawab publik dan domestik.

Melalui tulisan ini, penulis akan mempersembahkan cerita fiksi yaitu Layar Terkembang oleh Sultan Takdir Alisyahbana. Didalam novel tersebut Takdir menggambarkan kehidupan wanita di masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang atau bisa gender disebut sebagai Wanita Modern seperti Takdir menggambarakan pada karakter Tuti. Di dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama; Tuti dan Maria. Tuti adalah seorang yang berbakat pintar/ cerdas, seorang wanita yang kuat, pekerja keras, mandiri dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang menuntut kesamaan hak. Maria adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada orang lain, wanita yang kolot. 

Menurut Sobary (1993: 36) karakter Tuti dalam Layar Terkembang Karya Sultan Takdir Alisyahbana dipandang sebagai perempuan yang wawasan sikap dan cara hidupnya melampaui batas-batas.

Analisis takdir dari kehidupan para wanita di masa lalu ke masa yang akan datang adalah nyata dalam kehidupan solsial sekarang yang ditemukan dalam karakter Tuti dan Ratna. Dia menjelaskan bahwa para wanita Indonesia di masa yang akan datang tidak hanya memiliki tiga karakter yang disebutkan sebelumnya tetapi mereka juga dapat menyeimbangkan tugasnya sebagai wanita karir dan domestik.

Di Layar Terkembang penjelasan ini didapat dalam karakter Tuti. Meskipun banyak ia tidak mengerti perbuatan dan kegemarannya tetapi sutu pasal harus diakuinya; segala isi rumahnya beres sejak diselenggarakan oleh Tuti, jauh lebih beres dan rapi dari ketika mendiang istinya masih hidup. Dan hal ini mendamaikan sebagai ayah terhadap kepada berbagai-bagai pekerti dan perbuatan anaknya itu yang tiada sesuai dengan pikirannya. Dalam hati kecilnya timbul suatu perasaan percaya, yang lahir oleh perasaan tiada kuasa untuk mrnunjukan yang lebih baik, ah Tuti tentu tahu sendiri apa yang baik bagi dirinya.(Takdir, 1992:21)

Dalam Layar Terkembang pembaca akan mendapatkan pesan yang penting tentang penjelasan wanita di masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang. Takdir menjelaskan bahwa karakteristik dari wanita masa lalu adalah karakter yang lemah, ketergantungan dan konservatif. Karakter-karakter ini akan hilang dikarenakan oleh meningkatnya pendidikan para wanita. Karakter Maria dimatikan oleh Takdir pada akhir cerita ini karena dia memprediksikan waktu yang akan datang para wanita memiliki pendididkan, kreativitas, kerja keras, inisiatif dan kehidupan independent atau telah disebutkan wanita karir seperti karakter Tuti. Jika seorang wanita mendapatkan predikat wanita modern dia seharusnya memiliki tiga karakter, yaitu : soveregnity, creativity dan self reliance. Selain menjadi wanita karir, mereka dapat melakukan tugasnya terhadap masyarakat dan warga negaranya dengan baik.

2 komentar: