Minggu, 09 Oktober 2011

Analisis Cerpen "Orang-Orang Bloomingthon Karya Budi Dharma


 Laki-Laki Tua Tanpa Nama
Karya: Hartana Adhi Permana



Cerita pendek pertama pada karya tulisan Budi Dharma – “Orang-orang Bloomington” diberi judul “Laki-laki tua tanpa nama”. Cerpen tersebut memiliki judul yang sangat pas sewaktu dibanding dengan cerita yang terjadi dalam tulisan tersebut.

Perwatakan yang telah dijelaskan di Cerpen tersebut menjelaskan tokoh-tokoh dan sifat-sifat yang mereka miliki dengan cukup jelas dan tak begitu dalam. Darma menjelaskan sifat yang dimiliki oleh 5 tokoh primer yang muncul pada kisah “laki-laki tua tanpa nama”. Dia memperwatakan tokoh-tokoh dengan 2 cara, yaitu dengan  mempresentasikan sifat tokoh dengan jelas (tertulis), dan memaksa sang pembaca membuat inferensi tentang tokoh tersebut dan sikap-sikap mereka. Sewaktu kisah tersebut lagi mengalir, Darma menceritakan kisah sedih yang telah dialami oleh sang “laki-laki tua tanpa nama” hingga sang pembaca bisa merasakan bahwa sifat-sifat yang pertama bisa disebut aneh (menodong pistol dia di luar jendela), adalah sebuah cara untuk menjaga diri. Sang pembaca bisa merasa bahwa sifat laki-laki tersebut menodong pistol keluar jendela adalah sebuah cara yang dipakai laki-laki tua itu untuk menjaga diri dari siapapun yang ingin menyakiti dia. Inilah salah satu cara yang dipakai oleh Darma untuk menjelaskan perwatakan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut.

Tetapi dengan Darma memakai cara perwatakan hingga sang pembaca harus membuat inferensi tentang tokoh-tokoh tersebut, dia juga menjelaskan watak tokoh dengan cara tertulis atau dipresentasikan dengan jelas. Sebuah contoh yang bisa diberi untuk menjelaskan gaya perwatakan tersebut adalah sewaktu tokoh utama pertama menjelaskan tampilan fisik yang dimiliki oleh laki-laki tua tersebut: “…seorang laki-laki tua sekitar enam puluh tahun.”

Dikarenakan oleh kriteria-kriteria yang harus dimilikki oleh sebuah cerpen untuk dipanggil sebuah “cerpen,” yaitu untuk tidak menjelaskan sifat  yang dimiliki oleh tokoh dengan begitu dalam. Darma memakai gaya perwatakan inferensi, yaitu dimana sang pembaca harus memikirkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang tokoh dari apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka katakan.

Latar atau setting pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” adalah Fess, tetapi waktu peristiwa kejadian tak dijelaskan; sang pembaca harus membuat sebuah inferensi untuk menjelaskan waktu kejadian. Pekerjaan para tokoh di dalam cerpen tersebut tak di jelaskan, tetapi ada beberapa tokoh sampingan yang diceritakan pekerjaan mereka (contoh: supir taksi, pekerja toko). Tetapi pekerjaan tokoh tak begitu mengganti alur cerita dengan drastis, dan suasana umum yang diperlihatkan kepada cerpen tersebut tak begitu menggantikan alur, tetapi mengasih sebuah tambahan kepada cerpen yang membuat tulisan karya Darma menjadi lebih menarik.

Sudut pandangan yang dipakai pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” adalah sudut pandangan “peninjau”. Pernyataan tersebut bisa dijelaskan dikarenakan sifat-sifat sudut pandangan yang dimiliki oleh sudut pandangan seseorang “peninjau” yaitu: Seluruh kejadian yang muncul di cerita didapatkan dari tokoh, Tokoh memaparkan semua yang dirasa, dilihat, dipikirkan, dihayati, ataupun pengalaman, Tokoh utama hanya melaporkan tokoh-tokoh lainnya.

Sifat-sifat tersebut bisa dilihat pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” karena kisah tersebut diceritakan dengan seseorang tokoh utama yang menjelaskan segala yang ia rasakan, melihat, dan mempikir. Beberapa contoh yang bisa diberi untuk menjelaskan sifat-sifat tersebut bisa dibaca pada cerpen tersebut: “Apa yang terjadi hari berikutnya pun saya kurang tahu, kecuali tubuh saya panas bagaikan terbakar…”. Pada kalimat tersebut tokoh utama menjelaskan perasaan yang dia alami kepada sang pembaca, ini adalah salah satu contoh untuk memperjelaskan sifat-sifat sudut pandangan “peninjau” yang dipakai oleh cerpen “laki-laki tua tanpa nama.”

Gaya Bahasa yang telah dipakai oleh Budi Darma, pada cerita tersebut adalah gaya bahasa yang memakai grammar, penggunaan kata, dan alat-alat literatur yang gampang dan tak begitu komplek. Beberapa alat literatur yang dipakai oleh sang penulis adalah metafora, dan imajeri. Darma memakai alat-alat literatur untuk membuat cerpen tersebut menjadi lebih menarik, sekaligus dengan membuat tulisan karyanya makin menakjubkan dan menarik untuk dibaca; dia membuat gaya tulis khas yang hanya dimiliki oleh sendirinya.

Plot yang terlihat pada cerpen berjudul “Laki-laki Tua Tanpa Nama” bermula dengan latar yaitu di Fess, pada waktu yang tak cukup jelas. Tokoh utama menjelaskan ada penghuni baru pada apartmen milik Nyonya Casper. Permulaan pada cerita tersebut menceritakan adanya penghuni baru yang memungkinan adanya permasalahan pada Fess. Pada titik ini, muncullah pertikaian yang ada pada cerita pendek tersebut. Lelaki tua ini menyebabkan tokoh utama untuk menjadi tertarik kepada alasannya untuk menodongkan pistol miliknya ke luar jendela loteng miliknya. Sewaktu cerpen mengalur, tokoh utama mendapat berbagai informasi mengenai sang lelaki tua tersebut, pada titik-titik tersebut pada alur cerita, sang pembaca merasa bahwa akan ada akhirnya; tetapi sebuah pertikaian baru muncul hingga pengakhirannya menyebabkan Nyonya Casper menembak sang lelaki tua dan mengakhiri pertikaian tersebut yang menyebabkan kematiannya sang lelaki tua.

Alinea Awal yang dipakai oleh Darma cukup menarik perhatian kepada cerpen tulisannya Budi Darma, dengan cara dia langsung mengatakan latar dimana peristiwa kejadian terjadi. Darma mengambil perhatian pembaca dengan melanjutkan cerita dari alinea awal yang menyimpan sang pembaca di tempat kejadian peristiwa.

Alinea akhir yang dipakai oleh Darma bagus dikarenakan oleh akhir yang cukup menarik dan efektif untuk menutup cerita. Pada akhir cerpen tersebut, sang tokoh utama bertanya-tanya kepada diri sendiri, tetapi walaupun sang pembaca melihat pertanyaan-pertanyaan tersebut, sang pembaca cukup “kenyang” membaca cerpen tersebut, ini bisa dibilang karena pembaca udah mendapat pembukaan, pertikaian, dan pengakhiran yang cukup “mengenyangkan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar