Minggu, 09 Oktober 2011

Analisis Cerpen “Hampir Sebuah Subversi” Karya Kuntowijoyo


 Lupa Kedudukan Menjadi Malapetaka
 Karya: Hartana Adhi Permana


          Pengarang yang sedang menulis cerita pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema dan gagasan seperti ini selalu berupa pokok bahasan.

Tema atau pokok persoalan cerpen Hampir Sebuah Subversi sesungguhnya terletak pada kejengkelan semua orang terhadap tingkah laku Pak De. Gambaran ini terletak pada kutipan berikut ini.

“Satu hal lagi yang tidak disukai istri saya, ia suka mengobrol di gardu siskamling. Sebagai lajang yang tidak punya tanggungan, itu lebih baik baginya daripada keluyuran ke mana-mana, lagi pula itu menguntungkan kampung. Mereka yang di gardu akan sangat beruntung mendapat kawan seperti dia. Tapi kata istri saya,’Kalau jadi dosen itu pekerjaannya membaca, bukan keluyuran ke gardu ronda. Kalau dosennya begitu, bagaimana mahasiswanya.’ Istri saya tentu tidak tahu bahwa bukan dua puluh empat jam kita menjadi dosen. Konsep lama tentang guru yang seumur hidup rupanya masih melekat di hati istri saya yang menolak disebut kolot itu.”

Kemudian gambaran tersebut dipertegas kembali dalam kutipan berikut ini.

“Di gardu atau dari tempat lain itulah dia mendapatkan batunya. Sekali ia membawa pulang bor-bor, atau alat semacam itu. Di gardu dia mengatakan dapat membuat terowongan ke mana saja dia suka. Pernyataan itu diartikan oleh orang gardu sebagai ancaman terhadap lingkungan. Atau, setidaknya begitulah persepsi orang yang dekat dengan penguasa. Dan akibatnya, Pak De harus menunda keberangkatannya ke luar negeri untuk mengajar, karena harus berhadapan dengan aparat keamanan. Pengangkatannya sebagai Pembantu Dekan juga batal. Di tempat itu tempat yang digambarkannya sebagai neraka dunia dia harus mengisi formulir dan menjawab beberapa pertanyaan. Yang paling tidak enak baginya ialah penjabat itu sering menggosok-gosok pistol di pinggang, dan keluar setiap ada telepon berbunyi sambil mengatakan kalau sebaiknya dia tidak pulang hari itu alias ditahan. Seumur hidup baru sekali itu tangannya gemetar, dan berkali-kali menyebut ‘Bismillah”. Itu pun tangannya masih gemetar. Coba bayangkan, dia dituduh anti-ideologi negara, mau meledakkan bangunan sakral, mau melawan negara. Hal-hal yang tak pernah terlintas dalam benaknya. Pertanyaan hari itu diakhiri dengan sebuah tour ke tempat penyimpan dokumen dan alat-alat subversi lainnya. Yang luar biasa baginya, yang selalu dipanggil dengan ‘pak’ baik oleh sesama dosen maupun oleh mahasiswa, hari itu dia dipanggil dengan ‘saudara’, dan baru pada kedatangannyayang ketiga dia dikembalikan martabatnya dengan panggilan yang dikehendakinya, yaitu ‘pak’. Dan itu harus ditebusnya dengan paper panjang.”

Dengan demikian, jika kita buat kesimpulan atas fakta-fakta di atas maka tema cerpen ini adalah seorang dosen yang tidak tahu fungsi dosen yang sebenarnya. Dan simpulan temanya itu ternyata bersifat universal. Oleh karena itu, wajarlah kalau cerpen karya Kuntowijoyo ini diteima oleh setiap orang.

Di dalam sebuah cerita, gagasan atau pokok persoalan dituangkan sedemikian rupa oleh pengarangnya sehingga gagasan itu mendasari seluruh cerita. Gagasan yang mendasari seluruh cerita ini dipertegas oleh pengarangnya melalui solusi bagi pokok persoalan itu. Dengan kata lain solusi yang dimunculkan pengaranngnya itu dimaksudkan untuk memecahkan pokok persoalan, yang didalamnya akan terlibat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Hal inilah yang dimaksudkan dengan amanat. Dengan demikian, amanat merupakan keinginan pengarang untuk menyampaikan pesan atau nasihat kepada pembacanya.

Jadi amanat pokok yang terdapat dalam cerpen Hampir Sebuah Subversi karya Kuntowijoyo adalah: “Pelihara, jaga, dan jangan bermasabodoh terhadap apa yang kau lakukan, dan ingatlah terhadap fungsi sendiri seharusnya bagaimana kita harus bertindak karena kalau salah bertindak akal berakibat fatal dan merubah segalanya.” Hal ini terdapat pada paragraf kelima. Amanat pokok/utama ini kemudian diperjelas atau diuraikan dalam ceritanya. Akibatnya muncullah amanat-amanat lain yang mempertegas amanat utama itu. Amanat-amanat yang dimaksud itu di antaranya:

(a) Jangan bertindak di luar kemampuan kita sendiri. Amanat ini dimunculkan melalui kutipan cerita sang istri mengenai Pak De berikut ini.

“Satu hal lagi yang tidak disukai istri saya, ia suka mengobrol di gardu siskamling. Sebagai lajang yang tidak punya tanggungan, itu lebih baik baginya daripada keluyuran ke mana-mana, lagi pula itu menguntungkan kampung. Mereka yang di gardu akan sangat beruntung mendapat kawan seperti dia. Tapi kata istri saya,’Kalau jadi dosen itu pekerjaannya membaca, bukan keluyuran ke gardu ronda. Kalau dosennya begitu, bagaimana mahasiswanya.

(b) Jangan cepat bangga akan perbuatan baik yang kita lakukan karena hal ini bisa saja baik untuk diri sendiri tetapi tetap kurang baik di hadapan orang lain. Coba saja tengok pendapat pencerita terhadap Pak De :

“Anak-anak saya puny pendapat sendiri. Bagi mereka, Pak De merupakan idola. Pak De saya suka pada anak-anak, termasuk anak-anak saya. Ini juga menjadikannya cacat di depan pengadilan istri saya. ‘Hati-hati dengan dia, jangan-jangan ia seorang,’ istri saya memang tidak sampai hati melanjutkan, tetapi sebagai orang yang berpengetahuan tahulah saya apa yang dimaksud. Ia memang suka membawa coklat untuk anak-anak, satu hal yang juga tidak disukai ibunya. Pendek kata, tempatnya ialah surga bagi anak-anak, tempat anak-anak bermain-main, sementara pada ibunya anak-anak hanya dikenal disiplin. Kesalahan Pak De, kalau dianggap kesalahan, ialah tidak pernah minta izin kami, kalau akan memberikan apa-apa. Tetapi menurut saya, sebagai anggota keluarga ia punya hak penuh. Juga tidak pernah terdengar ia mengaji, satu hal yang tidak disenangi istri saya.

Tidak hanya itu saja. Dari gambaran ini terpapar pula amanat lain, yaitu:

(c) Kita jangan terpesona oleh gelar dan nama besar sebab hal itu akan mencelakakan diri pemakainya.

Pada bagian awal cerita ini yang terdapat dalam cerpen ini terbagi atas dua bagian, yaitu bagian eksposisi, yang menjelaskan/ memberitahukan informasi yang diperlukan dalam memahami cerita. Dalam hal ini, eksposisi cerita dalam cerpen ini berupa penjelasan tentang prilaku Pak De menurut sang pencerita dan istri seperti yang diungkapkan pada data berikut :

Sebenarnya saya suka ketempatan Pak De, tetapi istri saya sering mengecamnya sebagai pria lajang yang ceroboh. ‘ Lihatlah kamarnya, seperti kandang kuda.’ Tentu saja kuda-kuda sekarang sudah mengalami emansipasi sehingga kandangnya pun bersih, itu pasti tidak diketahui istri saya yang bukan keturanan belantik kuda itu.”

Dan yang kedua adalah sebagai instabilitas (ketidakstabilan), yaitu bagian yang didalamnya terdapat keterbukaan.

Yang dimaksud di sini adalah cerita mulai bergerak dan terbuka dengan segala permasalahannya. Perhatikan data berikut :

Untuk itu, istri saya hanya mengatakan, ‘ Syukurlah, akhirnya ia mendapat pelajaran juga. Dari siapa lagi!’ Memang rupanya itu pelajaran penting dalam hidupnya. Pertama, sejak itu tidak terdengar lagi keluhan mahasiswa dan dia tidak lagi mengobrol di gardu, dengan kata lain, ia dapat menahan diri. Kedua, ia menjadi rajin mengaji, artinya ia lebih dekat dengan Tuhan. Ketiga, dan ini yang kami anggap kelewatan, ia menjadi lebih berani. Cobalah suatu kali dia mengatakan bahwa mulai saat ia gemetar menjawab pertanyaan, tidak ada lagi yang ia takuti kecuali Tuhan. Itu terbukti dalam banyak hal. Ketika ia naik taksi di Jakarta, ia dapat memaksa sopir untuk memasang argometer. Ia juga bilang pada mahasiswanya, siapa yang akan memata-matai dosen supaya keluar dari ruangan. Dan ini yang membuat takut semua temannya, ia pernah membentak seorang petugas negara yang meminta paper yang dibacakannya dalam sebuah seminar mahasiswa. Katanya, ‘Petani mesti membawa cangkul ke sawah, pegawai membawa pulpen ke kantor, dosen membawa otak ke kelas, petugas seperti engkau harus menyiapkan rekaman, bukan hanya pandai minta paper atas nama negara.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar