Laki-Laki Tua Tanpa Nama
Karya: Hartana Adhi Permana
Cerita pendek
pertama pada karya tulisan Budi Dharma – “Orang-orang Bloomington” diberi
judul “Laki-laki tua tanpa nama”. Cerpen tersebut memiliki judul yang
sangat pas sewaktu dibanding dengan cerita yang terjadi dalam tulisan tersebut.
Perwatakan
yang telah dijelaskan di Cerpen tersebut menjelaskan tokoh-tokoh dan
sifat-sifat yang mereka miliki dengan cukup jelas dan tak begitu dalam. Darma
menjelaskan sifat yang dimiliki oleh 5 tokoh primer yang muncul pada kisah “laki-laki
tua tanpa nama”. Dia memperwatakan tokoh-tokoh dengan 2 cara, yaitu
dengan mempresentasikan sifat tokoh dengan jelas (tertulis), dan memaksa
sang pembaca membuat inferensi tentang tokoh tersebut dan sikap-sikap mereka.
Sewaktu kisah tersebut lagi mengalir, Darma menceritakan kisah sedih yang telah
dialami oleh sang “laki-laki tua tanpa nama” hingga sang pembaca bisa
merasakan bahwa sifat-sifat yang pertama bisa disebut aneh (menodong pistol dia
di luar jendela), adalah sebuah cara untuk menjaga diri. Sang pembaca bisa
merasa bahwa sifat laki-laki tersebut menodong pistol keluar jendela adalah
sebuah cara yang dipakai laki-laki tua itu untuk menjaga diri dari siapapun
yang ingin menyakiti dia. Inilah salah satu cara yang dipakai oleh Darma untuk
menjelaskan perwatakan yang dimiliki oleh tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut.
Tetapi dengan
Darma memakai cara perwatakan hingga sang pembaca harus membuat inferensi
tentang tokoh-tokoh tersebut, dia juga menjelaskan watak tokoh dengan cara
tertulis atau dipresentasikan dengan jelas. Sebuah contoh yang bisa diberi
untuk menjelaskan gaya perwatakan tersebut adalah sewaktu tokoh utama pertama
menjelaskan tampilan fisik yang dimiliki oleh laki-laki tua tersebut: “…seorang
laki-laki tua sekitar enam puluh tahun.”
Dikarenakan
oleh kriteria-kriteria yang harus dimilikki oleh sebuah cerpen untuk dipanggil
sebuah “cerpen,” yaitu untuk tidak menjelaskan sifat yang
dimiliki oleh tokoh dengan begitu dalam. Darma memakai gaya perwatakan
inferensi, yaitu dimana sang pembaca harus memikirkan sifat-sifat yang dimiliki
oleh seseorang tokoh dari apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka katakan.
Latar atau
setting pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” adalah Fess, tetapi
waktu peristiwa kejadian tak dijelaskan; sang pembaca harus membuat sebuah
inferensi untuk menjelaskan waktu kejadian. Pekerjaan para tokoh di dalam
cerpen tersebut tak di jelaskan, tetapi ada beberapa tokoh sampingan yang
diceritakan pekerjaan mereka (contoh: supir taksi, pekerja toko). Tetapi
pekerjaan tokoh tak begitu mengganti alur cerita dengan drastis, dan suasana
umum yang diperlihatkan kepada cerpen tersebut tak begitu menggantikan alur,
tetapi mengasih sebuah tambahan kepada cerpen yang membuat tulisan karya Darma
menjadi lebih menarik.
Sudut
pandangan yang dipakai pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” adalah
sudut pandangan “peninjau”. Pernyataan tersebut bisa dijelaskan
dikarenakan sifat-sifat sudut pandangan yang dimiliki oleh sudut pandangan
seseorang “peninjau” yaitu: Seluruh kejadian yang muncul di cerita
didapatkan dari tokoh, Tokoh memaparkan semua yang dirasa, dilihat, dipikirkan,
dihayati, ataupun pengalaman, Tokoh utama hanya melaporkan tokoh-tokoh lainnya.
Sifat-sifat
tersebut bisa dilihat pada cerpen “laki-laki tua tanpa nama” karena
kisah tersebut diceritakan dengan seseorang tokoh utama yang menjelaskan segala
yang ia rasakan, melihat, dan mempikir. Beberapa contoh yang bisa diberi untuk
menjelaskan sifat-sifat tersebut bisa dibaca pada cerpen tersebut: “Apa
yang terjadi hari berikutnya pun saya kurang tahu, kecuali tubuh saya panas
bagaikan terbakar…”. Pada kalimat tersebut tokoh utama menjelaskan
perasaan yang dia alami kepada sang pembaca, ini adalah salah satu contoh untuk
memperjelaskan sifat-sifat sudut pandangan “peninjau” yang dipakai
oleh cerpen “laki-laki tua tanpa nama.”
Gaya Bahasa
yang telah dipakai oleh Budi Darma, pada cerita tersebut adalah gaya bahasa
yang memakai grammar, penggunaan kata, dan alat-alat literatur yang gampang dan
tak begitu komplek. Beberapa alat literatur yang dipakai oleh sang penulis
adalah metafora, dan imajeri. Darma memakai alat-alat literatur untuk membuat
cerpen tersebut menjadi lebih menarik, sekaligus dengan membuat tulisan
karyanya makin menakjubkan dan menarik untuk dibaca; dia membuat gaya tulis
khas yang hanya dimiliki oleh sendirinya.
Plot yang
terlihat pada cerpen berjudul “Laki-laki Tua Tanpa Nama” bermula
dengan latar yaitu di Fess, pada waktu yang tak cukup jelas. Tokoh utama
menjelaskan ada penghuni baru pada apartmen milik Nyonya Casper. Permulaan pada
cerita tersebut menceritakan adanya penghuni baru yang memungkinan adanya
permasalahan pada Fess. Pada titik ini, muncullah pertikaian yang ada pada
cerita pendek tersebut. Lelaki tua ini menyebabkan tokoh utama untuk menjadi
tertarik kepada alasannya untuk menodongkan pistol miliknya ke luar jendela
loteng miliknya. Sewaktu cerpen mengalur, tokoh utama mendapat berbagai
informasi mengenai sang lelaki tua tersebut, pada titik-titik tersebut pada
alur cerita, sang pembaca merasa bahwa akan ada akhirnya; tetapi sebuah
pertikaian baru muncul hingga pengakhirannya menyebabkan Nyonya Casper menembak
sang lelaki tua dan mengakhiri pertikaian tersebut yang menyebabkan kematiannya
sang lelaki tua.
Alinea Awal
yang dipakai oleh Darma cukup menarik perhatian kepada cerpen tulisannya Budi
Darma, dengan cara dia langsung mengatakan latar dimana peristiwa kejadian
terjadi. Darma mengambil perhatian pembaca dengan melanjutkan cerita dari
alinea awal yang menyimpan sang pembaca di tempat kejadian peristiwa.
Alinea akhir
yang dipakai oleh Darma bagus dikarenakan oleh akhir yang cukup menarik dan
efektif untuk menutup cerita. Pada akhir cerpen tersebut, sang tokoh utama
bertanya-tanya kepada diri sendiri, tetapi walaupun sang pembaca melihat
pertanyaan-pertanyaan tersebut, sang pembaca cukup “kenyang” membaca
cerpen tersebut, ini bisa dibilang karena pembaca udah mendapat pembukaan,
pertikaian, dan pengakhiran yang cukup “mengenyangkan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar