Berusaha Menebarkan Kebenaran
Karya : Hartana Adhi Permana
Di
dalam buku ini dikumpulkan beberapa karangan Idrus dari semenjak kedatangan
Jepang tahun 1942 dan sesudah 17 Agustus 1945. Dalam “Ave Maria” dan lain-lain karangannya
mula-mula kelihatan romantik yang merawankan hati, di dalam sandiwara
“Kejahatan Membalas Dendam” pendalaman ke dasar jiwa. Sandiwara ini bisa
dipertunjukan dengan Cuma pakai dekor yang sangat sederhana dan teknik yang
mengarah kepada pengambilan gambar file dengan hanya permainan sorotan lampu
yang tepat, karena yang penting semata-mata jiwa pelakon. Dengan ini Idrus
mungkin dengan tidak didasarinya telah memulai percobaan baru dalam dunia
penulisan sandiwara. Sebagai tulisan yang dimaksud untuk diterbitkan di masa
Jepang itu, tentunya keduanya tidak sunyi dari anasir-anasir semangat, pohon
jarak dan propaganda buat pengumpul padi, tapi hal ini pun perlu diketahui dipandang
dari sudut perjalanan jiwa dan sejarah zaman. Dan lagi perlu diterangkan, bahwa
kedua tulisan tersebut tidak ada yang bisa lolos dari sensur Jepang, oleh
karena masih dianggap terlalu individualistis dan tidak berjiwa “ketimuran”.
Dari tulisan-tulisannya yang
mula-mula kelihatan, bahwa Idrus tidak terus menjadi orang yang skeptis, tapi
pernah mengalami romantiknya, dan oleh karena kemudian bosan dengan romantik
itu, dengan sengaja mencari jalan lain dan tiba pada corak “kesederhanaan baru”
(Nieuwe Zakelijkheid). Agak kemudian di masa Jepang juga Idrus mengarang “Corat-Coret
di Bawah Tanah”, lukisan-lukisan dari kehidupan sehari-hari dipandang dengan kacamata
realistis humoristis, yang hanya mungkin berhasil dengan ukuran yang benar
tentang perbandingan-perbandingan di dalam kehidupan yang nyata. Dan semua itu
tatkala didengung-dengungkan semboyan-semboyan “kemakmuran bersama”.
Karangan-karangan Idrus sesudah 17
Agustus 1945 menunjukan pula pandangannya yang tepat tentang realiteit, seperti
jelas ternyata dalam novelnya “Surabaya”, di kala mana sedang revolusi berkobar
dengan hebatnya dengan semboyan-semboyan yang berapi-api, pengarang telah
melihat dan mengeritik berbagai-bagai kekurangan yang terlihat olehnya. Dan
alangkah banyaknya kekurangan-kekurangan itu, sehingga mungkin orang akan
mengatakan, bahwa pengarang tidak hidup dengan revolusi bangsanya. Tapi apakah
seseorang dengan mengeritik kekurangan bangsanya sudah berarti membenci dan
memusuhi bangsanya?
Dengan novelnya “Surabaya” Idrus
memberikan sesuatu yang baru kepada prosa Indonesia. Dalam bentuk nyata suatu
revolusi menyalahi yang lama, dalam ini demikian pula. Dan oleh sifatnyayang dengan sengaja dan insaf
menyalahi yang lama, tidak bisa diukur dengan ukuran yang lama, pun tidak cara
melihat dengan mata revolusi orang-orang Indonesia seperti koboi-koboi,
orang-orang Inggris dan Belanda seperti gangsters,
Tuhan lama yang diganti dengan Tuhan baru; meriam, mortir, karabijo,
revolver. Lebih jauh lagi pengarang melihat revolusi, seperti penglihatannya
tentang kesewenang-sewenangannya, perbandingan kekuatan yang sebenarnya dan
tidak berdasarkan sentimen-sentimen yang khauvinistis. Dalam hanya dua vel
format oktave Idrus telah memberikan tentang apa yang bisa diceritakan oleh
romantikus avonturir tua dan muda dalam berpuluh-puluh dan beratus-ratus
halaman dengan perkataan-perkataan yang indah-indah dan merayu-rayu, tapi penuh
dengan kebohongan.
“Jalan Lain ke Roma” adalah
perkawinan yang berhasil dari romantis idealisme dalam “Ave Maria” dan
“Kejahatan Membalas Dendam” dengan realisme “Corat-Coret di Bawah Tanah”.
Cerpen ini dimulai dari tidak banyak
yang dapat diceritakan dari seorang Open. Perawakannya, tidak berbeda dari
kebanyakan orang lain. Namun, nama Open itulah yang memiliki riwayat
tersendiri. Dulu, ayah dan ibunya sempat hendak bertanya pada dukun, perkara
nama yang tepat bagi anaknya. Namun, hal itu dibuang jauh-jauh dari pikiran
ayah dan ibu tersebut. Lalu mereka hendak memberi nama Ali pada anaknya. Namun
mereka ingat, Ali tetangganya ialah seorang penjudi dan pengadu ayam. Mereka
tidak mau anaknya menjadi seperti itu. Maka mereka pun tidak memberi nama Ali
pada anaknya.
Pada
suatu hari, ayah itu bermimpi tentang kota New York. Namun entah kenapa, ia
seperti mendengar kata Openhartig (Bahasa Belanda) yang berarti terus terang
atau jujur. Ketika sang ayah menceritakan hal itu pada istrinya, istrinya
merasa mungkin itu adalah petunjuk dari Tuhan tentang perkara nama anak mereka.
Maka, anak itu pun diberi nama Open. Karena riwayat dari namanya ini, Open
berjanji untuk mengabulkan impian ibunya, bahwa ia akan selalu menjadi orang
yang selalu berterus terang.
Suatu
hari, Open menjadi seorang guru. Karena keterusterangannya, Open sering terlalu
polos menceritakan pengalaman hidupnya pada semua muridnya. Termasuk
menceritakan saat ia bertengkar dengan istrinya, hingga istrinya membawa-bawa
golok sambil mengejarnya. Setelah menceritakan itu, murid-murid Open sering
meledek Open sebagai suami yang tidak berani terhadap istri. Bahkan murid-murid
menyebut Open dengan julukan ‘Guru golok’ yang kemudian diplesetkan menjadi
‘Guru goblok’. Makin lama Open tidak tahan atas perilaku murid-muridnya. Ia pun
menghukum salah satu murid dengan memukulnya. Open pun dikeluarkan dari
sekolah.
Setelah itu, muncul keinginan di hati Open untu menjadi seorang mualim. Ia banyak membaca buku-buku agama. Namun, karena lamanya ia menganggur, istrinya pun tidak tahan. Saat Open sedang membaca Al-Quran, istrinya datang menanyainya perihal permasalahan yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah. Open pun menjelaskan semuanya tanpa ada yang ditutupi sedikitpun. Istrinya marah, dirobeknya Al-Quran yang sedang dibaca Open, lalu dibakarnya. Perkelahian pun terjadi. Open meninggalkan istrinya. Ia kembali ke desa. Ke rumah orang tuanya.
Di
desa, Open bertemu dengan Surtiah. Gadis desa yang membuatnya jatuh hati. Di
desa ini, Open menjadi seorang guru mengaji. Dalam perjalanannya menjadi guru
mengaji ini, Open kembali beristri. Ia memperistri Surtiah. Pada suatu hari,
Open mengajak Surtiah pindah ke kota. Di kota itulah, Open bertemu dengan
seorang mualim yang berbeda dari yang lain. Dari mualim itu, Open belajar
banyak. Terutama, ia belajar menulis. Ketika ia sedang serius menulis, ia
bahkan menyuruh istrinya untuk tidak mengganggunya dan kembali ke desa.
Tulisan-tulisannya yang berbicara tentang bangsa Indonesia yang berada dalam
kekuasaan Jepang, sempat membawa Open masuk penjara. Dalam penjara itulah Open
sadar akan arti kemerdekaan. Jika ia dipenjara seperti itu, maka ia telah
kehilangan kemerdekaannya.
Ketika
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya, Open pun dilepaskan. Dalam
hatinya ia berjanji, tidak akan membuat tulisan-tulisan seperti
tulisan-tulisannya dulu. Ia tetap berniat menulis. Selain menulis, ia pun
mencoba berbagai pekerjaan lain, diantaranya menjadi seorang penjahit. Karena
ia merasakan semuanya telah berjalan dengan stabil, ia mengirim surat pada
Surtiah di desa, untuk segera pulang dan kembali bersamanya. Surtiah pun
kembali ke kota. Ia menemani Open, dan Surtiah melihat perubahan yang telah
terjadi pada suaminya setelah suaminya tersebut keluar dari penjara.
Tokoh-tokoh
dalam cerpen ini yaitu Open adalah seorang
yang sangat jujur dan polos. Pekerjaannya berubah-ubah, mula-mula menjadi guru,
mualim, pengarang, dan terakhir tukang
jahit. Kemudian Surtiah adalah istri kedua Open. Patuh pada suami, setia,
bersahaja. Ibu Open adalah bijaksana, sangat menyayangi Open. Ayah Open adalah
seorang Ayah yang baik. Mualim kota adalah seorang yang cerdas, banyak
membarikan pelajaran kepada Open.
Cerpen
Jalan Lain Ke Roma berlatar tempat di sebuah desa yang merupakan tempat
kelahiran Open. Tapi desa tersebut tidak disebutkan namanya dengan jelas,
seperti dalam kutipan cerita di bawah ini.
“Desa itu seperti
desa-desa lainnya, tidak punya penerangan, tidak punya toko buku, dan tidak
punya kamar kecil.” (Idrus, 2008:157).
Latar
tempat kedua adalah kota tempat Open merantau seperti dalam kutipan di bawah
ini.
“Pada suatu hari
Surtiah dibawa Open ke kota. Di sini mereka bertemu dengan seorang mualim
pula.” (Idrus, 2008:161).
Latar
waktu dalam cerpen ini lebih banyak bercerita pada waktu malam hari, seperti
dalam kutipan di bawah ini.
“Malam-malam sebelum
tidur bayangan-bayangan mengejar dia.” (Idrus, 2008:170).
Latar suasana dalam cerpen ini adalah mengharukan. Ini terdapat pada penggalan cerita saat Open mulai menyadari keegoisannya dulu, dia hanya memikirkan dirinya dan karangan-karangannya. Open kemudian menulis surat kepada Surtiah untuk kembali ke kota (Idrus, 2008:171).
Latar suasana dalam cerpen ini adalah mengharukan. Ini terdapat pada penggalan cerita saat Open mulai menyadari keegoisannya dulu, dia hanya memikirkan dirinya dan karangan-karangannya. Open kemudian menulis surat kepada Surtiah untuk kembali ke kota (Idrus, 2008:171).
Tema
cerpen Jalan Lain ke Roma adalah lika-liku kehidupan manusia untuk mencari jati
dirinya yang sesungguhnya. Cerpen Jalan Lain ke Roma dimasukkan ke dalam tipe
sosial tidak jauh berbeda dengan cerpen Ave Maria, sebab cerpen ini bercerita
tentang hubungan seseorang manusia dengan sesamanya. Nilai yang terkandung
dalam cerpen ini adalah nilai kehidupan sebab cerita dalam cerpen ini
menggambarkan tentang lika-liku kehidupan dan segala makna berharga yang
terkandung di dalamnya.
Cerpen
ini memaparkan bahwa menjalani kehidupan di dunia ini dengan menerapkan
kejujuran itu tidaklah mudah, sebab tidak semua orang dapat menerima kejujuran
tersebut. Ini termasuk ke dalam pengalaman informatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar