Angkara Murka yang Dikuasai Hawa Nafsu
Karya : Hartana Adhi Permana
Seperti yang kita
ketahui karya-karya Danarto terkenal karena muatan mistiknya yang menonjol yang
dituangkan dengan cara-cara yang inkonvensional. Untuk memahami karya sastra
terutama cerpen-cerpen Danarto tidaklah semudah memahami karya sastra pengarang
lain. Kita perlu mengembalikan pemikiran kita pada dunia sastra sebagai
realitas imajiner yang berarti bahwa kenyataan itu hanya ada dalam
angan-angan.Segala bentuk penciptaannya tidak harus tunduk pada realitas formal.
Hal ini dapat terlihat jelas terutama pada struktur cerita yang dijalin Danarto
sering penuh dadakan, kejadian-kejadian yang disusun di luar dugaan pembacanya.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan sering bukan tokoh yang berdarah daging
sebagaimana manusia biasa.
Danarto termasuk salah seorang pengarang Indonesia kontemporer yang berhasil
dalam mengadakan pembaharuan dalam ciptaannya, di samping Budi Dharma, Putu
Wijaya dan Iwan Simatupang (Teeuw, 1979:183). Beberapa tanggapan mengenai
cerpen-cerpen Danarto telah banyak diutarakan. Danarto memang tidak dapat
digolongkan sebagai pengarang yang produktif, mungkin hal ini disebabkan oleh
minatnya dalam bidang seni lainnya juga besar seperti seni lukis, dan drama.
Pemahaman
suatu hasil sastra khususnya karya Danarto, akan lebih mudah kalau kita
mengenal budaya orang Jawa yaitu sikap hidup orang Jawa khususnya dunia
kebatinan atau mistik jawa. Cerpen-cerpennya memang banyak yang bernafaskan
mistik. Ini tidak lain karena menurut anggapannya mistik dalam karya sastra
adalah upaya untuk manunggal dengan Allah. Karya-karyanya banyak yang bertolak
pada konsep ajaran panteisme yaitu manusia dan jagat raya merupakan
percikan dari zat Illahi, manifestasi dari emanasi Tuhan Yang Mahakuasa.
Meskipun
kebanyakan cerpen Danarto bernafaskan mistik atau kebatinan Jawa bercampur
dengan agama Islam dan diwarnai oleh pandangan panteisme, lain halnya
dengan cerpen yang berjudul “Godlob” (“Godlob” merupakan cerpen
pertama dalam kumpulan cerpen Danarto yang berjudul sama dengan judul cerpen
itu). “Godlob” tidak membicarakan dunia mistik dan kebatinan hanya saja masih
mengupas masalah kematian, walaupun dalam cerita ini bukan sebagai upaya untuk
manunggal dengan Allah melainkan kematian yang datang setelah adanya pembunuhan
oleh manusia.
Dengan demikian
semakin jelaslah bahwa cerpen-cerpen Danarto memiliki corak tersendiri,
terutama yang menyangkut soal mistik. Untuk memahami tentu saja kita perlu
memiliki sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan mistik sebab tanpa itu
sudah pasti kita akan mengalami kesulitan dalam menelusuri njalan pikiran
Danarto yang dituangkan melalui karyanya. Dalam hal ini penulis lebih
menekankan unsur mistiknya karena hamper setiap karya Danarto terdapat masalah
yang berhubungan dengan kerinduan makhluk dengan Kholiknya untuk mencapai
persatuan, dalam aliran kebatinan jawa lebih dikenal dengan istilah
manunggaling kawula gusti. Melalui gaya penceritaan Danarto yang khas ,
personifikasi, figurisasi atau setidak-tidaknya renungan-renungan terhadap
faham sufistiknya bahkan mungkin konkretisasi ajaran sufisme. Hal ini tidak
lain karena menurut anggapan Danarto bahwa mistik dalam karya sastra adalah
suatu upaya untuk mencapai kemanunggalan dengan Tuhannya. Bagi danarto cerpen
merupakan suatu struktur kalimat-kalimat yang tidak bermakna dan karya sastra
tidak lain berfungsi sebagai enlighment, yaitu sebagai penerang bagi manusia
dalam menyatukan diri dengan Kholik.
Cerpen
“Godlob” melukiskan orang-orang yang masih dikuasai oleh hawa nafsu jasmaniah
dan terikat oleh alam kodrati. Cerita ini mengisahkan seorang ayah yang
membunuh anaknya yang terluka dalam pertempuran supaya anaknya dianggap dan
diakui sebagai pahlawan. Memang cerpen ini tidak menyinggung-nyinggung masalah
ketuhanan, mungkin karena manusia (dalam hal ini ayah), yang bersifat angkara
murka masih dikuasai oleh nafsu, keinginan untuk diuji, yang dalam bahasa Arab
disebut godlob.
Danarto
memulai ceritanya dengan pelukisan arena perang yang seram dengan
bangkai-bangkai prajurit, alat-alat perang yang hancur, dan burung gagak yang
bergerombol-gerombol mematuki bangkai. Suasana ini digambarkan dengan jelas
dengan perlambangan yang konkret sehingga indera pembaca, mata, telinga,
penciuman dan syaraf gerak dapat mengikutinya. Gagak-gagak itu berpesta di atas
mayat atau tubuh yang hampir menjadi mayat. Gagak yang melambangkan keserakahan
dan mengambil keuntungan di atas peperangan itu menyarankan kepada tokoh utama
cerita ini, yakni sebagai seorang laki-laki tua dengan politikus. Orang tua itu
bernafsu mendapatkan penghargaan atas kematian anaknya yang dibunuhnya sendiri.
Namun, hal itu ditentang oleh bekas istrinya. Istrinya ditampilkan sebagai
lambang kejujuran yang berani memusnahkan kebohongan. Tokoh lain ialah beberapa
orang politikus yang barangkali melambangkan orang-orang yang pandai
menggunakan kesempatan. Anak orang itu melambangkan orang yang pasrah kepada
nasib. Sikap pasrah itu dihubungkan dengan sikap tentara yang percaya,
“semuanya kita sudah diatur”. Dalam cerita ini disisipkan perbandingan antara
politikus dan penyair di dalam menghadapi kesengsaraan orang lain. Untuk
mencapai efek tertentu dipakai perbandingan yang hebat-hebat pada awal cerita
itu. Keisengan orang tua itu digambarkan dengan sikapnya pada waktu berbicara
di hadapan anaknya yang hampir mati, ia seperti berdeklamasi, seperti orang
gila. Cerita pun berakhir dengan ditembaknya sang ayah oleh istrinya sendiri.
Masalah
kebatinan yang diungkapkan Danarto dalam kebanyakan cerpennya, tidak selalu
menggambarkan proses perjalanan makhluk menuju persatuan dengan khalik.
Misalnya, dalam cerpen “Godlob”. Dapat dikatakan sebagai salah satu cerpen yang
dihasilkan oleh Danarto, “Godlob” jauh dari yang namanya dunia mistik dan
dunia kebatinan. Cerpen ini juga tidak terlalu banyak menyinggung-nyinggung
masalah ketuhanan, meskipun begitu masih disinggung juga tentang kematian.
Di dalam
cerpen tersebut, Danarto menggunakan gaya bahasa yang berfungsi untuk
meyakinkan atau menjelaskan seperti perbandingan, kalimat retorik serta
menggunakan bahasa berirama dalam melukiskan suasana. Selain itu digunakan juga
pengulangan kata yang memperindah karya tersebut, sebagai contoh dapat kita
lihat pengulangan kata yang ada pada awal cerita:
Gagak-gagak
hitam bertebahan dari angkasa sebagai gumpalan- gumpalan
batu yang dilemparkan, kemudian mereka berpusar-pusar,
tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran sendiri-sendiri,
besar dan kecil, tidak keruan
sebagai benang kusut.
Kalau kita
lihat ada banyak pengulangan dalam satu kalimat pembuka cerpen tersebut. Ada
kata yang diulang karena memang perlu diulang, misalnya pada penggalan kalimat
kedua berikut:
Laksana
setan maut yang compang-camping mereka buas dan tidak
mempunyai ukuran hingga…
Bentuk
pengulangan kata compang-camping merupakan bentuk kata ulang berubah bunyi atau
salin suara yang memang harus ada pengulangan karena compang tidak dapat
berdiri sendiri tanpa camping.
Ada
pengulangan yang memang perlu, ada juga yang hanya sekedar memperindah atau
dapat juga digunakan untuk memperkuat penggambaran. Selain itu ada juga bentuk
pengulangan yang tidak mentaati kaidah bahasa, seperti:
Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-
tengger di atasnya, hingga padang gundul itu sudah merupakan
gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak
seolah-olah kumpulan
kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
Meskipun
pengulangan kata kuman-kuman yang telah didahului oleh kata kumpulan terkesan
tidak mentaati kaidah bahasa namun menimbulkan keindahan ketika kita membacanya
bahkan terasa nikmat saat membacanya.
Pengulangan-pengulangan
kata itulah yang mampu menempatkan “Godlob” sebagai salah satu karya
kontemporer yang mewakili karya-karyanya yang lain seperti: kecubung
pengasihan, Armageddon, Asmaradana, dan Abracadabdra. Pengulangan kata yang
digunakan sebagai gaya bercerita Danarto dalam cerpen “Godlob”, mampu
menciptakan penggambaran yang kuat sekaligus meyakinkan pembaca. Di samping
itu, pengulangan kata yang ada di dalamnya mampu memperindah sehingga “Godlob”
nikmat untuk dibaca dan tampil lain dari cerpen-cerpen yang telah ada.
Satu hal
yang tidak bisa dipungkiri, Danarto sebagai salah seorang pengarang sastra
kontemporer telah mempunyai tempatnya sendiri karena corak karangannya yang
khas dan menarik penuh kejutan. Demikianlah gambaran
suasana mistik yang terdapat pada kumpulan cerpen Godlob karya Danarto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar