Hak Kesetaraan dari Wanita
Oleh: Hartana Adhi Permana
Oleh: Hartana Adhi Permana
Layar adalah sebuah kain
lebar yang mana digunakan sebagai tempat untuk mempertunjukan sebuah gambar.
Kembang berarti bunga
yang mana dapat diidentikan dengan wanita. Layar terkembang apakah berarti
cerita gambaran wanita
harus bersikap? Inilah sebuah puncak karya sastra Sutan Takdir Alisyahbana yang
terbit pada tahun 1936. (wikipedia).
Novel Layar Terkembang karya Sutan
Takdir Alisjahbana adalah novel roman lama yang menjadi saksi sejarah dan
perkembangan Bahasa Indonesia, sekaligus
jejak pemikiran modern Indonesia.
Novel ini mengisahkan perjuangan
wanita Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Roman ini termasuk novel modern
disaat sebagian besar masyarakat Indonesia masih dalam pemikiran lama (1936).
Novel ini banyak memperkenalkan masalah wanita Indonesia dengan
benturan-benturan budaya baru, menuju pemikiran modern. Hak-hak wanita, yang
banyak disusung oleh budaya modern dengan kesadaran gender, banyak diungkapkan
dalam novel ini dan menjadi sisi perjuangannya seperti berwawasan luas dan
mandiri. Didalamnya juga banyak memperkenalkan masalah-masalah baru tentang benturan
kebudayaan antara barat dan timur serta masalah agama.
Berikut adalah ringkasan
cerita yang saya persingkat:
Diawali dengan pertemuan
tiga tokoh utama yaitu Yusuf, Maria, dan Tuti (kakak Maria). Yusuf seseorang
mahasiswa kedokteran tingkat akhir. Maria seorang mahasiswi periang, senang
akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian. Tuti
adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja,
aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita. Kemajuan wanita
disini berarti jangan menggantungkan hidup pada lelaki dan hanya sebagai alat.
Dengan seiring
perjalanan waktu, keakraban dan benih cintapun
muncul antara Yusuf dan Maria. Bahkan, Yusuf rela mempersingkat liburan bersama
keluarga demi bertemu dengan Maria yang sedang berlibur ke Bandung.
Di tempat yang sama, Yusuf menyatakan perasaannya untuk pertama kalinya kepada
Maria. Maria gembira sekali dan mengabarkan kejadian ini kepada Tuti. Melihat
pekerti Maria yang mabuk cinta membuat Tuti tidak setuju akan hubungan tersebut
karena hal tersebut mengakibatkan laki-laki akan memandang rendah kaum wanita
karena terlalu memperlihatkan ketergantungannya.
Menyaksikan hubungan
mesra kedua insan tersebut, perasaan aneh timbul dalam hati Tuti yaitu perasaan
kesepian. Hal ini dikarenakan pada dasarnya jiwa wanita juga mendambakan cinta
dan kasih sayang
seorang lelaki. Pendirian Tuti-pun mulai goyah setelah Maria mengatakan:
"cintamu cinta perdagangan yang mempertimbangkan sampai kepada
semiligram". Ucapan yang mengingatkan Tuti dengan Hambali yang dianggap
tidak mengerti akan perjuangan dan akan menghalangi langkahnya.
Cerita berlanjut dengan
kunjungan Tuti, Maria dan ayahnya kepada paman dan bibinya untuk merayakan
kelulusan Maria. Kemudian ada sebuah sandiwara Sandyakala ning Majapahit
yang dipertunjukan oleh kelompok Pemuda Baru, Yusuf dan Maria mengambil bagian
didalamnya. Tuti yang menyaksikan sandiwara terkesan akan pertunjukannya, akan
tetapi tidak menyukai isi sandiwara. Hal ini dikarena falsafah yang didalamnya
dianggap dapat melemahkan semangat perjuangan. "Kalau segala dianggap
maya, habis segala arti hidup di dunia ini," demikian kata Tuti.
Kisah terus berlangsung
dan tanpa disadari, hubungan Yusuf dan Maria mempengarui sikap Tuti seperti
sering memikirkan diri sendiri dan melamun. Hal lain yang muncul adalah
perasaan iri akan kebahagianan mereka. Suatu saat ada lelaki yang hendak
melamar Tuti, akan tetapi ia menolaknya karena menurutnya lelaki tersebut tidak
sepadan dan ia juga tidak mencintainya. Sesuai dengan sifatnya juga, Tuti tidak
ingin menjadikan perkawinan sebagai tempat pelarian dari rasa kesepian atau
rasa ketakutan karena dikejar usia.
Maria jatuh sakit dan
harus opname di rumah sakit. Ayah Maria, Tuti dan Yusuf bergantian menjenguknya
yang mana Yusuf dan Tuti tiap hari pergi bersama menjenguknya. Dalam hati
Yusuf dan Tuti tanpa disadari timbul rasa saling pengertian masing-masing. Tuti
menganggap Yusuf sebagai laki-laki yang sepadan, memiliki perasaan yang lapang
dan pemikiran yang menghargai keindahan dan kebenaran. Yusuf memandang Tuti
sebagai manusia
yang memiliki jiwa perjuangan yang ceria dan tulus, tetapi terdapat bagian yang
kosong dan sunyi. Di sela kejadian, Maria dikunjungi oleh pasangan suami istri
yang mana membuat Tuti terkagum-kagum atas usaha dan keteguhan pendirian mereka
untuk berdikari sebagai petani padahal mereka adalah orang terpelajar.
Penyakit Maria tak dapat
lagi ditolong. Sehingga pada kunjungan terakhir Tuti dan Yusuf sebelum kembali
ke Jakarta, Maria berpesan yang mana membuat Tuti dan Yusuf terkejut
"alangkah berbahagianya saya rasanya di akhirat nanti kalau saya tahu
bahwa kakandaku berdua hidup rukun
dan berkasih-rasihan seperti kelihatan kepada saya beberapa hari ini ..."
Akhir cerita Yusuf dan
Tuti berziarah ke kubur Maria menjelang pernikahannya yang mana perasan haru
berkecambuk dalam hati mereka.
Saya menangkap beberapa
kalimat yang menjadi referensi analisis novel “Layar Terkembang” karya Sutan
Takdir Alisyahbana . Adanya emansipasi wanita yang bermakna laki-laki dan
wanita adalah sederajat. Sehingga wanita janganlah memikirkan
dirinya sendiri tapi berjuang dalam masyarakat untuk kemajuan bangsa dan
kaumnya.
Segala sesuatu yang dilakukan tidak
hanya menggunakan logika atau perasaan saja, tapi juga harus dengan perhitungan
yang matang. Mimpi atau sesuatu yang maya perlu tapi janganlah membuat orang
berhenti untuk berpikir, melainkan berpikir dan bertindak bagaimana hal yang
maya menjadi nyata.
Masalah yang datang harus dihadapi
bukan dihindarkan dengan mecari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan
untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa
kesepian atau demi status budaya sosial.
Kaum terpelajar janganlah
bercita-cita menjadi pegawai dengan gaji besar dan duduk di belakang meja,
melainkan harus turun juga ke lapangan dan menciptakan lapangan kerja.
Takdir menjelaskan bahwa para wanita
di masa lalu adalah wanita yang mempunyai karakter yang lemah, tidak mandiri
dan kolot, karakter ini akan terkikis karna peningkatan pendidikan wanita. Di
novel Layar Terkembang ini diketahui bahwa ada dua karakter yaitu Tuti dan
Maria. Karakter Maria di, akhir cerita karakternya dimatikan oleh Takdir karena
dia memprediksikan di masa yang akan datang perempuan itu terdidik, kreatif,
pekerja keras, inisiatif hidup mandiri seperti digambarkan dalam karakter Tuti.
Jika wanita memiliki predikat wanita modern, maka harus memiliki tiga
karakteristik yaitu: Kebebasan, kreatifitas dan kepercayaan diri, disamping
menjadi wanita karir dia dapat melakukan tugas tanggung jawab publik dan
domestik.
Melalui tulisan ini, penulis akan
mempersembahkan cerita fiksi yaitu Layar Terkembang oleh Sultan Takdir
Alisyahbana. Didalam novel tersebut Takdir menggambarkan kehidupan wanita di
masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang atau bisa gender disebut
sebagai Wanita Modern seperti Takdir menggambarakan pada karakter Tuti. Di
dalam cerita ini ada dua karakter wanita utama; Tuti dan Maria. Tuti adalah seorang
yang berbakat pintar/ cerdas, seorang wanita yang kuat, pekerja keras, mandiri
dan dia juga sebagai seorang pemimpin organisasi Putri Sedar yang menuntut
kesamaan hak. Maria adalah karakter yang lemah, mudah sedih, bergantung kepada
orang lain, wanita yang kolot.
Menurut Sobary (1993: 36) karakter
Tuti dalam Layar Terkembang Karya Sultan Takdir Alisyahbana dipandang sebagai
perempuan yang wawasan sikap dan cara hidupnya melampaui batas-batas.
Analisis takdir dari kehidupan para
wanita di masa lalu ke masa yang akan datang adalah nyata dalam kehidupan
solsial sekarang yang ditemukan dalam karakter Tuti dan Ratna. Dia menjelaskan
bahwa para wanita Indonesia di masa yang akan datang tidak hanya memiliki tiga
karakter yang disebutkan sebelumnya tetapi mereka juga dapat menyeimbangkan
tugasnya sebagai wanita karir dan domestik.
Di Layar Terkembang penjelasan ini
didapat dalam karakter Tuti. Meskipun banyak ia tidak mengerti perbuatan dan
kegemarannya tetapi sutu pasal harus diakuinya; segala isi rumahnya beres sejak
diselenggarakan oleh Tuti, jauh lebih beres dan rapi dari ketika mendiang
istinya masih hidup. Dan hal ini mendamaikan sebagai ayah terhadap kepada
berbagai-bagai pekerti dan perbuatan anaknya itu yang tiada sesuai dengan
pikirannya. Dalam hati kecilnya timbul suatu perasaan percaya, yang lahir oleh
perasaan tiada kuasa untuk mrnunjukan yang lebih baik, ah Tuti tentu tahu
sendiri apa yang baik bagi dirinya.(Takdir, 1992:21)
Dalam
Layar Terkembang pembaca akan mendapatkan pesan yang penting tentang penjelasan
wanita di masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang. Takdir menjelaskan
bahwa karakteristik dari wanita masa lalu adalah karakter yang
lemah, ketergantungan dan konservatif. Karakter-karakter ini akan hilang
dikarenakan oleh meningkatnya pendidikan para wanita. Karakter Maria dimatikan oleh Takdir pada akhir cerita ini karena dia memprediksikan
waktu yang akan datang para wanita memiliki pendididkan, kreativitas, kerja
keras, inisiatif dan kehidupan independent atau telah disebutkan wanita karir
seperti karakter Tuti. Jika seorang wanita mendapatkan predikat wanita modern
dia seharusnya memiliki tiga karakter, yaitu : soveregnity, creativity dan self
reliance. Selain menjadi wanita karir, mereka dapat melakukan tugasnya terhadap
masyarakat dan warga negaranya dengan baik.
keren
BalasHapusTerima kasih. Semoga bermanfaat
BalasHapus