Tragedi Cinta yang Tak Diharapkan
Oleh: Hartana Adhi Permana
Oleh: Hartana Adhi Permana
Novel Belenggu merupakan salah satu roman klasik yang kemunculannya
menimbulkan kegemparan. Bahkan sampai ditolak oleh Balai Pustaka dengan alasan
isi ceritanya mengandung banyak kritik sosial dan politik yang bisa memicu
konflik dalam masyarakat.
Armijn Pane selaku penulis buku ini membuat sebuah karya yang mampu membawa
pembacanya seolah masuk dalam perasaan emosional para pelakon dalam cerita.
Meskipun inti dari cerita ini hanyalah sebuah cinta segitiga, namun di dalamnya
ada beberapa konflik kecil yang sebenarnya mengandung makna yang sangat
mendalam, terutama bagi negara Indonesia yang saat itu masih dalam suasana
pascakemerdekaan.
Penggunaan gaya bahasa kuno dan masih bercampur dengan bahasa Belanda
(negara yang kolonialisme di Indonesia) menambah estetika dari novel ini. Maka tak
heran banyak perbendaharaan kata yang terdengar asing jika diucapkan saat ini,
seperti prognose, rouge, realiteit,
dll. Bagi yang tidak memahami kosakata seperti bisa dipastikan akan sulit juga
untuk memahami beberapa bagian ceritanya.
Cerita ini memiliki tiga tokoh sentral, yaitu Dokter Sukartono (Tono),
Sumartini (Tini), dan Siti Rohayah (Yah). Ketiganya berada dalam konflik cinta
segitiga yang rumit yang dibumbui dengan masalah dan rahasia masing-masing yang
semakin memperburuk keadaan.
Sukartono adalah seorang dokter yang mempunyai rasa kemanusiaan yang
tinggi. Dia terkenal dokter yang dermawan dan penolong. Dia termasuk seorang
yang sangat mencintai pekerjaannya. Meskipun begitu Tono tidak pernah
benar-benar merasakan cinta dari istrinya selayaknya sebuah keluarga yang
harmonis. Kenikmatan hidup yang bersifat privasi justru dia rasakan dari wanita lain
yang bukan istrinya.
Sumartini perempuan modern yang
mempunyai masa lalu yang kelam karena bebas bergaul. Salah satu kisahnya yang
memilukan adalah hubungannya yang gagal dengan kekasihnya sebelum menikah
dengan Tono. Dia selalu merasa kesepian
karena kesibukan suaminya yang tak kenal waktu dalam mengobati orang sakit
sehingga melupakan dan membiarkannya di rumah seorang diri.
Siti Rohayah juga merupakan perempuan yang masa lalunya kelam akibat
perceraian. Namun, perbedaannya dia tidak
seberuntung Sumartini dalam masalah ekonomi dan status sosial. Rohayah menjadi
perempuan “malam” dan mempunyai pekerjaan sampingan sebagai penyanyi keroncong
dengan nama Siti Hayati.
Kisah
ini dimulai dari Dokter Sukartono dengan seorang perempuan berparas ayu,
pintar, serta lincah. Perempuan itu bernama Sumartini atau panggilannya Tini.
Sebenarnya Dokter Sukartono atau Tono tidak mencintai Sumartini. Demikian pula
sebaliknya, Tini juga tidak mencintai Dokter Sukartono. Mereka berdua menikah
dengan alasan masing-masing. Dokter Sukartono menikahi Sumartini karena kecantikan,
kecerdasan, serta mendampinginya sebagai seorang dokter adalah Sumartini.
Sedangkan Sumartini menikahi Dokter Sukartono karena hendak melupakan masa
silamnya. Menurutnya dengan menikahi seorang dokter, maka besar kemungkinan
bagi dirinya untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Jadi, keduanya tidak
saling mencintai.
Karena
keduanya tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur. Mereka tidak saling
berbicara dan saling bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak pernah
dipecahkan bersama-sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing-masing
memecahkan masalahnya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya keluarga mereka tampak
hambar dan tidak harmonis. Mereka sering salah paham dan suka bertengakar.
Ketidakharmonisan
keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono sangat mencintai dan
bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja tanpa kenal waktu.
Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan sigap berusaha
membantunya. Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya sendiri. Dai
sering meninggalkannya istrinya sendirian dirumah. Dia betul-betul tidak
mempunyai waktu lagi bagi istrinya, Tini. Dokter Sukartono sangat dicintai oleh
pasiennya. Dia tidak hanya suka menolong kapan pun pasien yang membutuhkan
pertolongan, tetapi ia juga ridak meminta bayaran kepada pasien yang tak mampu.
Itulah sebabnya, dia dikenal sebagi dokter yang sangat dermawan.
Kesibukan
Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin memicu percekcokan dalam
rumah tangga. Menurut Suamrtini, Dokter Sukartono sangat egois. Sumartini
merasa telah disepelekan dan merasa bosan karena selalu ditinggalkan suaminya
yang selalu sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa dirinya telah dilupakan
dan merasa bahwa derajatnya sebagai seorang perempuan telah diinjak-injak
sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak sebagai seorang
istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak tersebut, maka Sumartini sering
bertengkat. Hampir setiap hari mereka bertengkat. Masing-masing tidak mau
mengalah dan merasa paling benar.
Suatu hari Dokter Sukartono mendapat panggilan dari seorang wanita yang mengaku dirinya sedang sakit keras. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang kehotel tempat dia menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut. Setibanya dihotel, dia merasa terkejut sebab pasien yang memanggilnya adalah Yah atau Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak kecil. Sewaktu masih bersekolah di Sekolah Rakyat, Yah adalah teman sekelasnya.
Pada
saat itu Yah sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa. Karena tidak tahan
hidup dengan suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta dia
terjun kedunia nista dan menjadi wanita panggilan. Yah sebenarnya secara
diam-diam sudah lama mencintai Dokter Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter
Suartono sebagai suaminya. Itulah sebabnya, dia mencari alamat Dokter
Sukartono. Setelah menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono dengan
berpura-pura sakit.
Karena
sangat merindukan Dokter Sukartono, pada saat itu juga, Yah menggodanya. Dia
sangat mahir dalam hal merayu laki-laki karena pekerjaan itulah yang dilakukannya
selama di Jakarta. Pada awalnya Dokter Sukartono tidak tergoda akan rayuannya,
namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya, lama kelamaan Dokter
Sukartono mulai tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia
untuk mengobatinya, lama-kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda. Yah dapat
memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh Dokter Sukartono
yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya. Karena Dokter Sukartono tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu
bertengkar dengan istrinya, dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan
hotel tempat Yah menginap sebagai rumahnya yang kedua.
Lama-kelamaan
hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa panas hatinya ketika
mengetehui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia ingin
melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi ke hotel tempat Yah
menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan menggangu
suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan dendamnya
menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah yang
sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan seorang wanita
yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa bahwa selama ini
dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat
didambakan oleh suaminya.
Sepulang
dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap dirinya. Dia
merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum pernah
memberi kasih sayang yang tulus pada suaminya. Selama ini dia selalu kasar pada
suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi Istri. Akhirnya, dia mutuskan untuk
berpisah dengan suaminya.
Permintaan tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Dokter Sukartono. Bagaimanapun, dia tidak mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono meminta maaf pada istrinya dan berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun, keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak mampu menahannya. Akhirnya mereka bercerai.
Betapa
sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih
saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan jika
dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya
dan pergi ke Calidonia. Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya.
Sumartini telah pergi ke Surabaya. Dia mengabdi pada sebuah panti asuhan yatim
piatu, sedangkan Yah pergi ke negeri Calidonia.
Beberapa konflik yang muncul bisa menimbulkan opini dalam masyarakat, bahwa
apabila sebuah kehidupan rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa
saling cinta antara suami-istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan
bahkan bisa terjadi perceraian. Hal inilah yang ditakutkan dalam kehidupan
seseorang, manakala membangun rumah tangga tanpa didasari cinta antara suami
isteri.
Dalam novel ini bisa dilihat bahwa hubungan antara Tono dan Tini bukanlah
selayaknya pasangan suami istri pada umumnya. Terkesan hanya menjalani sebuah
hidup dengan status sosial semata, sementara masalah hati tidak diabaikan dalam
bahtera rumah tangga mereka. Sehingga Tono pun lari dalam pelukan Rohayah.
Novel ini juga mengandung kritik sosial kepada para perempuan yang masih
saja memandang seseorang hanya dari status sosialnya, seperti sikap Tini saat
bertemu dengan Rohayah. Selain itu sindiran juga terlihat pada bagian Tini
yang sedang digosipkan oleh teman-teman wanitanya. Seolah ingin menunjukan
bahwa masih banyak wanita yang hobi bergunjing.
Keunikan dari novel ini adalah
adanya kritik tentang keadaan politik beberapa tahun sebelumnya. Contohnya seperti awal berdirinya Boedi Oetomo yang para anggotanya berasal
dari kalangan ningrat dari suku Jawa. Secara gamblang, Armijn Pane melancarkan
kritik bahwa tujuan Boedi Oetomo ketika itu bukanlah kemerdekaan secara
menyeluruh, tetapi menjaga agar budaya
Jawa tidak dipengaruhi oleh budaya Belanda. Maka secara tersirat Armijn Pane tidak menyetujui bahwa
Boedi Oetomo disebut sebagai tonggak kebangkitan bangsa.
Selain itu, ada juga gambaran bahwa orang yang berjuang demi kepentingan
bangsa justru tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia. Tetapi justru
dianggap menyusahkan dan tidak berguna selama tidak menghasilkan uang. Seperti
pada tokoh Hartono yang sebenarnya bukan tokoh sentral, tetapi kisahnya
mengandung sebuah makna yang mendalam. Hartono yang rela meninggalkan kuliah
dan kekasihnya demi perjuangannya bersama tokoh revolusioner Ir. Soekarno dan
mengabdi pada bangsa justru mengalami banyak cacian dari orang-orang di
sekelilingnya karena dianggap tidak menguntungkan. Karena pandangan seseorang
yang sukses hanya dilihat dari materi semata.
Novel Belenggu menyimpan banyak makna yang mendalam di setiap konflik yang
dimuculkan. Kritik sosial yang tajam dalam kisah ini bisa menjadi sebuah
pembelajaran bagi para generasi muda dalam menjalani kehidupan yang terhegemoni
oleh sebuah sistem yang menindas. Dan semua itu berlaku terhadap semua orang,
baik itu tua-muda, kaya-miskin, dan juga pria-wanita.
Setelah
kita membaca Roman Belenggu, karangan Armijn Pane ini, akan diperoleh
pengalaman-pengalaman yang akan berdampak bagi kejiwaan seseorang dan dapat sebagai
bahan pembelajaran bagi pembaca karya sastra ini. Satu hal pengaruh dari
membaca Roman Belenggu ini akan melahirkan sebuah opini di masyarakat, bahwa
apabila sebuah kehidupan rumah tangga yang lahir dibangun dari tiadanya rasa
saling cinta antara suami-istri, maka keluarga tersebut tidak harmonis dan bahkan
bisa terjadi perceraian.
Hal
inilah yang ditakutkan dalam kehidupan sesorang, manakala membangun rumah
tangga tanpa didasari cinta antara suami isteri. Karena tidak saling mencintai,
mereka tidak pernah akur, tidak saling berbicara dan bertukar pikiran. Masalah
yang mereka hadapi tidak pernah dipecahkan bersama – sama sebagaimana layaknya
suami istri. Masing – masing memecahkan masalahnya sendiri-sendiri, sering
salah paham dan sukar bertengkar.
Itulah sebabnya, banyak di masyarakat untuk menghidari kawin paksa, kawin karena dijodohkan dan kawin tanpa dasar cinta. Karena kalau perkawinan tanpa dasar cinta akan membentuk keluarga yang tidak harmonis dan tidak bahagia. Dan orang akan menghindari hal ini sejauh-jauhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar