Sebuah Pilihan Hidup
Karya: Hartana Adhi Permana
Novel dengan tema budaya yang
berseting perjuangan hidup seorang perempuan berhasil digarap oleh Ahmad
Tohari, yakni novel yang berjudul “ Ronggeng
Dukuh Paruk”. Novel ini berlatarbelakang tentang sebuah kebudayaan di daerah tertentu.
Bagaimana pengaruh kebudayaan itu bagi masyarakat. Novel ini menjadi sebuah
refleksi bagi kehidupan bermasyarakat. Dapat dipergunakan sebagai literatur
dengan pesan-pesan yang ada di dalamnya. Pesan yang berusaha digarap oleh
pengarang. Novel yang bertema kebudayaan dan merupakan satu dari trilogi yang
ditulis oleh Ahmat Tohari. Novel ini mengambil cerita tentang seorang ronggeng
dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam masyarakat. Perjuangan seorang
perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya.
Srintil adalah seorang penduduk di
dukuh Paruk. Konon di dukuh itulalah dulu Ki Secamanggala bermukim, leluhur
dari warga dukuh Paruk. Srintil adalah gadis kecil yang dipercaya oleh kakeknya
kelak akan menjadi inang ronggeng. Akhirnya Srintil belajar menjadi calon
ronggeng pada Kartareja. Kartareja adalah dukun ronggeng. Ayah dan ibu Srintil
telah meninggal. Ayahnya, Santayib adalah penjual tempe bongkrek. Mereka berdua
meninggal karena keracunan tempe bongkrek. Semenjak itu Srintil tinggal bersama
kakek dan neneknya. Srintil berasal dari keluarga yang tidak punya dan tidak
berada. Seorang gadis yatim piatu yang semenjak bayi kehilangan ayah dan
ibunya. Ibunya dan beberapa warga dukun Paruk meninggal karena racun yang ada
pada tempe bongkrek. Selanjutnya dia dirawat oleh nenek dan kakeknya. Srintil
disetir kakeknya agar mau menjadi seorang ronggeng. Terhimpit oleh kemiskinan,
menjadi seorang ronggeng berarti menjanjikan sebuah kemapanan. Itu satu
diantara alasan mengapa Srintil mau menjadi Ronggeng.
Saat itu memang keadaan masyarakat Paruk tengah miskin- miskinnya. Susah makan dan serba kekurangan. Sangat memprihatinkan. Banyak gadis- gadis Paruk yang hendak menjadi ronggeng. Mereka menginginkan perubahan nasib. Mereka ingin terbebas dari jeratan kemiskinan.
Srintil yang menjadi penari
ronggeng, Srintil seperti sebuah titisan roh moyang yang akan meneruskan
tradisi Ronggeng di Dukuh Paruk. Menjadi seorang ronggeng juga, Srintil harus
rela dan siap melayani setiap lelaki yang membayarnya untuk tidur bersama.
Layaknya pelacur yang digambarkan terhormat dan di puja-puja. Sedangkan Rasus
sendiri lelaki yang menghormati wanita. Dia membayangkan Srintil adalah sosok
perempuan yang seperti ibunya yang selama ini belum pernah dilihat.
Pergolakan batin seorang Rasus yang
menjadi tokoh utama juga dalam cerita ini, yang bercerita sebagai ‘Aku’.
Menghidupkan dan membuat kita menjadi tahu seperti apa sebenarnya adat tradisi
untuk menjadi ronggeng sejati. Tentang pencariannya dengan sosok emak yang dia
ejawantahkan ke Srintil yang diam-diam dia cintai, namun tidak berdaya untuk
menentang adat ronggeng, bahwa Srintil milik semua orang bukan untuknya. Dia
memilih pergi dari dukuh Paruk untuk menghilangkan pikiran tentang Srintil yang
dia gambarkan menjadi ibunya. Sesosok wanita cantik yang selama ini dia
impikan.
Novel ini sebenarnya lebih banyak
bercerita tentang Rasus, bukan Srintil sebagai Ronggeng. Tapi dari Rasus kita
tahu hidup kedua tokoh tersebut. Tokoh Rasus, lelaki muda yang tegas.
Menggunakan logika saat melakukan sesuatu, tidak tergoda saat Srintil
mengajaknya berbuat dosa di tanah perkuburan. Tidak tergoda juga saat Srintil
memintanya untuk dijadikan istri. Dia teguh dalam pikirannya menjadikan Srintil
wanita yang terhormat dalam hatinya.
Kita bisa merasakan perasaan Rasus yang
tidak rela melihat pujaan hatinya di miliki oleh banyak orang sebagai ronggeng,
disentuh oleh banyak lelaki dengan bayaran. Walaupun itu lumrah untuk seorang
ronggeng. Rasus tidak ingin sosok emak yang sudah dia tanamkan pada diri
Srintil menjadi pudar oleh profesi ronggeng.
Sesuatu hal yang tidak mudah untuk
menjadi seorang ronggeng. Butuh perjuangan dan ketegaran dari seorang Srintil.
Srintil harus melewati banyak hal sebelum menjadi seorang ronggeng, Srintil
haarus menjalani sekian macam rittual sebelum kemudian dia berhak menarik
bayaran dari aksi pentasnya. Sebelum menjalani ritual., Srintil belum sah
diwisuda menjadi seorang ronggeng. Srintil sudah bulat tekadnya, apa yang
dianjurkan dan disaratkan sebelum wisuda ditelateninya dengan seksama. Memang
begitu aturannya, ketika seorang gadis yang ingin menjadi ronggeng dukuh Paruk,
dia harus melewati serangkaian ritual adat yang telah menjadi tradisi
masyarakat Dukuh Paruk.
Salah satu alasan seseorang
memutuskan diri menjadi seorang ronggeng adalah karena tuntutan dan himpitan
faktor ekonomi. Karena keadaan ekonomi yang serba sulit, seseorang memilih
menjadi seorang ronggeng. Kehidupan seorang ronggeng memang meyakinkan dan
menjanjikan kemapanan.
Entah sampai kapan pemukiman sempit
dan terpencil itu bernama Dukuh Paruk. Kemelaratannya, keterbelakangannya,
penghuninya yang kurus dan sakit, serta sumpah serapah cabul menjadi bagiannya
yang sah. Keramat Ki Secamenggala pada puncak bukit kecil di tengah Dukuh Paruk
seakan menjadi pengawal abadi atas segala kekurangan di sana. Dukuh Paruk yang
dikelilingi amparan sawah terbatas kaki langit, tak seorang pun penduduknya
memiliki lumbung padi meski yang paling kecil sekalipun. Dukuh Paruk yang
karena kebodohannya tak pernah menolak nasib yang diberikan alam. Perhatikan
kutipan berikut:
“Lihat. Baru
beberapa bulan menjadi ronggeng sudah ada gelang emas di tangan Srintil. Bandul
kalungnya sebuah ringgit emas pula,” kata seorang perempuan penjual sirih.
(Ronggeng Dukuh Paruk, hlm.81).
Dari kutipan di atas jelas bagaimana
perubahan dalam hidup Srintil. Dia yang memperoleh kemapanan setelah sah
menjadi seorang ronggeng. Hidupnya seratus persen berubah. Dari yang tidak
punya apa-apa menjadi kaya raya. Perhatikan kutipan di atas.
Hal tersebut juga terjadi di dalam kehidupan sehari- hari. Seseorang yang memutuskan menjadi seorang ronggeng karena himpitan faktor ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar