Menggenggam
Kebebasan yang Tak Pasti
Karya: Hartana Adhi Permana
Karya
sastra Iwan Simatupang tahun 1960, 'Ziarah', merupakan karya sastra yang
menarik dan berbeda dibandingkan dengan karya sastra Indonesia lainnya. Ziarah
banyak mendapat kritik dari para pakar sastra karena isi ceritanya melibatkan
budaya Barat dan menganggap Iwan Simatupang sebagai pengarang borjuis. Dalam
penerbitannya, Ziarah mengalami kesulitan hingga akhirnya Ziarah dapat
diterbitkan pada tahun 1969 berkat surat rekomendasi yang dikirim oleh HB.
Jassin dan Bangun Siagian ke penerbit.
Novel
“Ziarah” sulit dimengerti oleh pembaca biasa, sehingga untuk memahami Ziarah,
pembaca perlu menggunakan kesadaran filsafat tentang kehidupan dan kematian
manusia, pemberontakan, dan kesadaran sosial. Berdasarkan analisis, dapat
diketahui Ziarah melanggar kaidah novel tradisional. Pengarang melakukan
pemberontakan dalam sastra melalui tokoh pelukis yang tidak mau dijadikan budak
birokrasi. Fiktif hilang pada identitas tokoh pelukis tidak dikenal. Kerangka
dan waktu pada peristiwa pernikahan hanya sebagai simbolik. ia penganut aliran
kesusastraan Perancis.
Sebelumnya
saya akan menceritakan sinopsis dari novel “Ziarah” karya Iwan Simatupang
sebagai berikut.
Di
sebuah negeri yang bernama Kotapraja, terdapat seorang pelukis terkenal di
seluruh negeri yang dibuat terkapar tidak berdaya alias shock dan trauma
setelah ditinggal mati istrinya yang sangat dia cintai, istri yang dia kawini
dalam perkawinan secara tiba-tiba. Suatu ketika Pelukis mencoba bunuh diri
karena ketenaran karya lukisnya yang memikat semua orang dijagat bumi ini yang
mengakibatkan ia memiliki banyak uang dan membuat dia bingung. Karena
kebingungannya ini sang pelukis berniat bunuh diri dari lantai hotel dan ketika
terjun dia menimpa seorang gadis cantik. Dan tanpa diduga pula sang pelukis
langsung mengadakan hubungan jasmani dengan si gadis di atas jalan raya. Hal
ini membuat orang-orang histeris dan akhirnya seorang brigadir polisi membawa
mereka ke kantor catatan sipil dan mengawinkan mereka.
Pelukis
merasa benar-benar kehilangan terutama saat dia tahu bahwa istrinya mati, pelukis
pun langsung pergi ke kantor sipil guna mengurusi penguburan istrinya tetapi
tak ada tanggapan positif dari pengusaha penguburan. Itu terjadi karena pelukis
tak tahu apa-apa tentang istrinya. Yang dia tahu hanyalah kecintaannya pada
istrinya. Sehingga mayat istrinya terkatung-katung karena tak memiliki surat
penguburan yang sah. Pelukis pun menghilang ketika dicari walikota (diangkat
menjadi walikota setelah walikota pertama gantung diri karena tak bisa
memecahkan masalah mengundang pelukis saat akan ada kunjungan tamu asing) yang
ikut menghadiri penguburan Istri pelukis.
Sampai
akhirnya pengusaha penguburan itu menyesali perbuatannya dan dengan keputusan
walikota akhirnya mayat istri pelukis dikuburkan. Sampai penguburan usai, sang
pelukis tak kelihatan. Saat kembali ke gubuknya, dia melihat wanita tua kecil
yang ternyata adalah ibu kandung dari istrinya. Bercerita panjang tentang masa
lalunya yang suram dan sampai saat terakhir dia bertatapan dengan anaknya yang
justru membuat dilema bagi si anak. Dan sesaat kemudian pelukis memandangi
keadaan sekitar yang penuh karangan bunga, membuang bunga-bunga tersebut ke
laut kemudian membakar gubuknya sampai habis. Beberapa bunga yang masih tersisa
ia bawa ke kuburan istrinya. Ia titipkan karangan bunga pada centeng
perkuburan. Ziarah tanpa melihat makam istrinya.
Setelah
itu hidup pelukis semakin tak tentu arah. Ia seolah tak pernah percaya bahwa
istrinya telah mati. Pagi harinya hanya digunakan untuk menunggu istrinya di tikungan
entah tikungan mana dan malam harinya di tuangkan arak ke perutnya, memanggil
Tuhannya, meneriakkan nama istrinya, menangis dan kemudian tertawa keras-keras.
Hingga akhirnya datang opseter perkuburan yang meminta dia mengapur tembok
perkuburan Kotapraja yang sebelumnya telah berbekas pamplet-pamplet polisi
bahwa dia dicari.
Pelukis
menerima tawaran itu dan esoknya ia mulai bekerja mengapur tembok perkuburan
Kotapraja itu 5 jam berturut-turut tiap harinya, sedangkan opseter perkuburan
mengintip dari rumah dinasnya. Pekerjaan baru Pelukis ini membawa perubahan
tingkah laku pelukis sehingga membuat seluruh negeri geger. Hingga Walikota
akan memberhentikan opseter perkuburan. Tetapi ketika mengantar surat
pemberhentian kerja itu, Walikota malah mati sendiri karena kata-kata opseter
tentang proporsi. Sebelumnya juga pernah terjadi kekacauan di negeri karena opseter
pekuburan memakai rasionalisme dalam kerjanya dan hanya memberi instruksi kerja
pada selembar kertas pada pegawainya.
Setelah
beberapa hari pelukis mengapur tembok perkuburan, pada suatu hari dia bergegas
pulang sebelum 5 jam berturut-turut. Opseter perkuburan heran kemudian mendatanginya
dan ternyata pelukis ingin berhenti bekerja. Opseter kebingungan tetapi pelukis
menjelaskan bahwa dia tahu maksud opseter memperkerjakannya. Bahwa selain untuk
kepentingan opseter sendiri, opseter ingin pelukis menziarahi istrinya yang
sudah tiada itu. Keesokan harinya opseter ditemukan gantung diri. Pekuburan
geger, tetapi hanya sedikit sekali empati dari pegawai-pegawai pekuburan.
Penguburan opseter berlangsung cepat. Setelah penguburan, pelukis bertemu maha
guru dari opseter yang kemudian menceritakan riwayat opseter.
Pada
akhirnya pelukis pergi ke balai kota untuk melamar menjadi opseter pekuburan
agar ia dapat terus-menerus berziarah pada mayat-mayat manusia terutama pada
mayat istrinya.
Alur
dalam novel ini memang sedikit membingungkan pembaca, pengarang sengaja
menggunakan alur “Flash Back”. Pembaca diajak untuk mengernyitkan dahi karena
cerita di awal novel bukanlah awal cerita, melainkan awal cerita baru
diceritakan di bagian berikut dalam novel. Alias pembaca diajak ke waktu
sebelumnya oleh pengarang dengan sentuhan filsafat yang amat menarik dan
berkesinambungan.
Ini
jelas terlihat di awal novel saat disebutkan sang pelukis begitu kehilangan
setelah ditinggal mati istrinya, tetapi di bagian belakang malah pembaca diajak
untuk mengikuti kisah pertemuan pelukis dengan istri, kehidupan mereka yang
mengundang banyak pesona, dan saat-saat terakhir istrinya mati. Bukan hanya
pelukis dan istri saja, tetapi pengarang juga mengajak pembaca untuk mengikuti
kisah balik kehidupan opseter sebelum menjadi opseter.
Tema
pada novel “Ziarah” ini adalah memberitahukan tentang kehidupan dan realitas
dunia yang tidak memiliki dalamnya sebuah kepastian, selalu terjadi sebuah
peristiwa kematian. Sesungguhnya manusia dapat menggenggam kebebasan dalam
kedua tangannya sendiri, dan membentuk kebebasan yang dimilikinya menurut
kehendaknya sendiri. Manusia dihadapkan pada sebuah kematian, dihadapkan pada
batas akhir hidup, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang harus
dijalani, sebagaimana kelahirannya sendiri.
Novel
Ziarah karya Iwan Simatupang ini merupakan tipe novel sastra karena pengarang
banyak menggunakan ungkapan-ungkapan ataupun konotasi,dan majas-majas terutama
majas personifikasi serta terdapat juga istilah-istilah berbau filsafat yang
diolah menjadi kesatuan kalimat yang benar-benar membawa pembaca ke arah
pemikiran-pemikiran logis dan membenamkan pembaca dalam novel yang memiliki
keindahan ilmu filsafat dari pengarang sendiri.
Bahasa
dalam novel ini sangat penuh dengan ungkapan-ungkapan dan majas-majas sehingga
menimbulkan keindahan bahasa. Selain itu, banyak pula terdapat istilah-istilah
filsafat di dalamnya sehingga semakin menambah kememikatan terhadap novel “Ziarah”
ini sastra karena penuh dengan ungkapan dan majas-majas. Ungkapan-ungkapan
ataupun konotasi:
-
Pada kedua matanya yang redup, zenith
bertemu nadir. (Simatupang, 2001:26)
-
Hanya untuk mempersaksikan sepasang
merpati yang sedang asyik di atas aspal panas itu. (Simatupang, 2001:73)
- Yang mulia ini bersama staf ahli-ahlinya juga
cuma dapat garuk garuk kepala saja.( Simatupang, 2001:35)
-
Fraksi-fraksi pro dan kontra sama-sama tarik
urat lehernya. (Simatupang, 2001:35)
-
..seolah udara kutub menghembus masuk ke
dalam tubuhnya melalui rongga mulutnya.( Simatupang, 2001:46)
Majas
Personifikasi
-
Rasa riang mendaki dalam dirinya.(
Simatupang, 2001:2)
-
Dia, Opseter berpikiran setan…( Simatupang,
2001:9)
-
…praktek-praktek menjilat atasannya…(
Simatupang, 2001:20)
-
…mereke terbang ke pintu gerbang.( Simatupang,
2001:28)
Majas
Hiperbola
-
Tuan adalah nabi seni lukis masa datang.
(Simatupang, 2001:69)
Filsafat
karena terdapat beberapa istilah filsafat di dalamnya.
-
…kebenaran dari jenis subtil, yakni: yang
memperhitungkan apa yang disebut nuans. Ya! nuanslah yang terlalu sedikit
sekali diperkirakan dalam undang-undang dasar tiap-tiap Negara. Dan kini, demi
nuans itu, dia harus membangkang. (Simatupang, 2001:17)
-
Yes, truly; for, look you, the sins of
the father are to be laid upon the children; therefore, I promise ye, I fear
you. I was always plain with you, and so now I speak my agitation of the
matter; therefore be of good cheer, for truly I think you are damn’d. The is
but one hope in it that can do you any good; and that is but a kind of bastard
hope neither. (Simatupang, 2001:38)
Ceritanya
sangat menarik, sentuhan filsafat pengarang benar-benar tersaji dalam novel
ini. Tak kurang dalam setiap bagian novel terdapat kalimat-kalimat yang
merupakan ilmu filsafat. Contoh kalimat itu seperti “Balas dendam memerlukan
persiapan, pemikiran, memerlukan sistem filsafat tersendiri yang merentangkan
isi, tujuan, faedah dan dalih balas dendam itu nanti kepada dirinya sendiri, kepada
anak cucunya dan apabila masih ada juga umat manusia dan kemanusiaan sesudah
kurun sejarah kini juga kepada umat manusia dan kemanusiaan yang akan
datang…(20)”. Juga dalam kalimat “selanjutnya,filsafat murni hanya didapat pada
suasana disebelah dalam dari tembok-tembok itu…(46).
Gaya
humor pengarang juga samar-samar,pembaca harus benar-benar mengerti maksud
pengarang dulu sebelum dibuat tertawa membayangkan bahwa itu sangat lucu. Ada
beberapa bagian dalam novel yang bisa dikatakan sebagai penunjuk bahwa
pengarang memiliki daya humor yang cukup tinggi. Seperti saat ketika opseter
dan walikota saling melihat bola mata. Dan saling terkejut dan saling
berteriak. Tentu saja mengundang tawa bagi pelukis yang menyaksikannya…(14-15).
Juga saat menceritakan kisah ketenaran pelukis, yang justru membuat dia hampir
bunuh diri sebelum akhirnya mengawini seorang gadis…(68-74)
Dalam
menghadirkan sebuah masalah pengarang tidak sungkan untuk mendramatisir, tapi
endingnya juga sangat mengaggumkan. Karena dengan penambahan cerita yang
didramatisir itu justru semakin membuat semangat pembaca. Ini terlihat saat
menceritakan kematian walikota setelah gemetar mendengar kata-kata proporsi
dari opseter..(18-26) dan saat sang istri kehilangan giginya…(90-91) yang
dibuat begitu terasa dihati pembaca.
Dalam
analisis novel “Ziarah” yang saya buat ini dapat disimpulkan bahwa:
(1).
Ziarah karya Iwan Simatupang mengandung pemikiran budaya Barat karena ia
termasuk pengagum karya Camus dan Sartre (Prancis), gaya novelnya modern dan sederhana,
ceritanya berdasarkan kehidupan biografinya. (2). Ziarah merupakan hal baru
dalam karya sastra Indonesia karena sebagai karya roman yang menarik dan lucu
sulit dimengerti oleh pembacanya. (3). Tema Ziarah mengenai kesadaran filosofi
(membahas kehidupan dan kematian) dan kesadaran sosial. (4). Ziarah
menyembunyikan makna dengan menggunakan simbol yang berkaitan dengan kehidupan
dan kematian
pengen baca lagi (pernah baca tahun 80an) memang pusing, dimana bisa saya dapatkan novel tsb dan harganya? tks.
BalasHapusSyekhieran@gmail.com
Saya sudah baca novelini sejak tahun 80an sampais ekarang entah berapa kaliulang. Setiap saya baca ulang saya menemukanhal baru, seperti membaca novel baru.
BalasHapusIya Pak, sama saya juga selalu memndapatkan hal-hal yang baru...
HapusIya Pak
BalasHapus@unknown: Saya dapatkan di perpustakaan Unpad mas/mbak
BalasHapusMas, klo gak ada yg asli, fotocopynya juga boleh, nanti biaya fc & ongkirnya saya ganti. syekhieran@gmail.com / HP.085821129123, d.a. PT.PLN (Persero) AP2B jl. Mistar Cokrokusumo km,39 Gardu Induk Cempaka Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Terima kasih.
HapusBisa bantu dapat bukunya?
HapusBisa bantu dapat bukunya?
HapusSaya juga pinjam ke perpustakaan Unpad di Fakultas Ilmu Budaya, belum punya buku aslinya..
HapusNovel Ziarah sdh 2 kali kubeli dan 2 kali dipinjam oleh entah siapa waktu itu, sekarang sulit ditemukan. Mungkin, ada di perpustakaan fakultas sastra yg di mana saja. Isinya, usaha serius dari pengarangnya memperkenalkan filsafat eksistensialisme yg dia peroleh dari karya2 Albert Camus, Sartre, dll ketika Iwan belajar filsafat di Perancis. Nyata benar penghayatan Iwan si manusia "tamu", manusia "hotel", dan "tdk pernah merasa "home" saat bersama isterinya si putri Perancis yg dikaruniai 2 anak, Ion dan Ino, yg kemudian ditinggal istri karena meninggal dan membuat Iwan sangat kehilangan. Penghayatannya pd filsafat eksistensialisme begitu kental diramu lagi dengan biografinya.
BalasHapusIya Mbak, pas waktu saya menganalisisnya saya dapatkan buku ini di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta..
Hapus